Repelita Jakarta - Pengamat politik Ray Rangkuti memberikan catatan kritis terhadap pelaksanaan Kongres Partai Solidaritas Indonesia (PSI) di Solo pada Juli 2025.
Menurut Rangkuti, terdapat lima poin penting yang harus diperhatikan publik terkait dinamika internal partai berbasis kaum muda tersebut.
Ia menyebut jumlah peserta pemilihan raya terdaftar sebanyak 187.306 orang.
Namun Rangkuti mempertanyakan transparansi data keanggotaan partai yang mengklaim menerapkan sistem satu orang satu suara.
Apabila angka tersebut merupakan total Kartu Tanda Anggota (KTA) yang diterbitkan, maka tingkat partisipasi 80 persen dalam pemilihan ketua umum sudah tergolong tinggi.
Meski demikian, ia menilai jumlah penerima KTA PSI yang ratusan ribu itu masih kecil jika dibandingkan dengan suara yang diperoleh PSI sebesar 2,81 persen pada Pemilu 2024.
Rangkuti juga menyoroti jargon kesetiaan yang digaungkan PSI.
Menurutnya yel-yel setia terasa miris karena adanya luka politik dalam Pilpres 2024, di mana keluarga Presiden Jokowi memilih berbeda dengan partai yang membesarkan mereka, yaitu PDIP.
Isu kesetiaan dianggap penting untuk membangun fondasi partai.
Terkait pidato Ketua Umum terpilih, Rangkuti menilai isi pidato lebih banyak berisi janji membesarkan PSI pada Pemilu 2025 tanpa menawarkan gagasan visioner untuk Indonesia lima tahun ke depan.
Ia menduga pidato politik yang lebih substansial akan disampaikan di kesempatan lain seperti pelantikan pengurus.
Kehadiran Presiden Jokowi dalam kongres mendapat perhatian khusus dari Rangkuti.
Hal ini menunjukkan adanya hubungan timbal balik yang kuat antara PSI dan Jokowi, meski ada Kaesang sebagai anak bungsu Jokowi yang terlibat dalam partai tersebut.
Namun Rangkuti meragukan Jokowi akan bergabung secara formal ke PSI.
Menurutnya menumpuk keluarga dalam satu partai tidak strategis bagi politik keluarga Jokowi dan berpotensi mengaburkan citra PSI sebagai partai yang terbuka untuk semua kalangan.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

