
Repelita Jakarta - Majelis hakim yang menjatuhkan vonis 4 tahun enam bulan penjara kepada mantan Menteri Perdagangan Tom Lembong kini ikut menjadi perhatian publik.
Nama para hakim ini muncul ke permukaan karena sebelumnya juga pernah menangani sejumlah perkara besar.
Berikut daftar hakim yang memutus perkara Tom Lembong beserta latar belakangnya:
1. Dennie Arsan Fatrika
Dennie Arsan Fatrika merupakan hakim madya utama di Pengadilan Tinggi Jakarta dan Mahkamah Agung.
Saat ini ia menyandang pangkat Pembina Utama Muda (IV/c) dengan gelar magister hukum.
Dalam perjalanan kariernya, Dennie pernah bertugas di Pengadilan Negeri Kelas 1 A (Khusus) Bandung.
Ia juga pernah menjabat sebagai Ketua PN Baturaja serta Ketua PN Karawang.
2. Purwanto S Abdullah
Purwanto S Abdullah menjabat sebagai Hakim Madya Muda di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Kelas 1A Khusus.
Sebelum bertugas di Jakarta, Purwanto sempat bertugas di Sulawesi Selatan.
Ia pernah mengisi jabatan di Pengadilan Negeri Palopo dan Pengadilan Negeri Sungguminasa.
3. Alfis Setyawan
Alfis Setyawan turut dalam majelis yang memvonis Tom Lembong setelah menggantikan Ali Muhtarom di tengah proses persidangan.
Ali Muhtarom sendiri dicopot karena terjerat kasus suap dalam putusan lepas korupsi CPO.
Sebelumnya, Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat menyatakan Tom Lembong bersalah melakukan tindak pidana korupsi terkait impor gula hingga menimbulkan kerugian negara sebesar Rp578 miliar.
Ketua Majelis Hakim Dennie Arsan Fatrika membacakan vonis tersebut dan menjatuhkan hukuman 4 tahun enam bulan penjara serta denda Rp750 juta subsider enam bulan kurungan.
Dalam pertimbangan putusan, majelis hakim menyebut Tom Lembong bersalah karena dinilai mengutamakan kepentingan ekonomi kapitalis di atas sistem ekonomi demokrasi.
Meski demikian, majelis juga mempertimbangkan sejumlah hal yang meringankan, seperti sikap kooperatif Tom Lembong, belum pernah dihukum, tidak menikmati hasil korupsi, serta adanya dana yang dititipkan saat proses penyidikan.
Vonis ini kemudian menuai respons beragam dari publik, termasuk kritik di media sosial yang mempertanyakan dasar hukum dan arah putusan. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok

