Repelita Jayapura - Pernyataan Wali Kota Jayapura Abisai Rollo yang menyebut pelaku demonstrasi dan pemalangan di kotanya berasal dari kalangan warga pegunungan, bukan dari masyarakat pantai, menuai respons luas dari publik dan tokoh Papua.
Dalam video yang beredar usai acara Expose 100 Hari Kerja Wali Kota dan Wakil Wali Kota Jayapura pada Senin, Abisai mengatakan bahwa aksi-aksi tersebut bukan berasal dari orang Port Numbay.
“Tidak ada demo, tidak ada palang kota ini, karena yang biasa palang dan demo saya pikir bukan orang Port Numbay, bukan orang Pantai, ini orang-orang gunung,” ucap Abisai dalam rekaman tersebut.
Ia juga menekankan bahwa masyarakat dari sepuluh kampung adat di Port Numbay sebaiknya tidak lagi melakukan aksi unjuk rasa.
“Siapa yang demo di kota ini, pak Kapolres, pak Dandim, kita semua untuk kembalikan ke kampung masing-masing supaya jangan perusak kota ini,” lanjutnya.
Pernyataan itu segera ditanggapi oleh Wakil Gubernur Papua Pegunungan, Ones Pahabol.
Ia menyayangkan pernyataan yang dianggap tidak mencerminkan sikap seorang pemimpin yang menyatukan.
“Saya bicara dari kesatuan tubuh orang Papua. Papua boleh pecah menjadi enam provinsi, tetapi orang Papua jangan sampai terpecah. Kita satu budaya, satu DNA, satu rumah,” kata Ones.
Ia mengingatkan bahwa pemimpin seharusnya menyampaikan narasi yang membangun dan merangkul, bukan menyulut perpecahan.
“Seorang pemimpin harus bijak dan berhikmat. Tidak boleh membangun narasi yang menyakiti dan memecah belah orang Papua yang satu kultur,” tegasnya.
Ones menyebut dua dasar penting yang seharusnya dijunjung oleh para pemimpin di Papua, yaitu budaya dan spiritualitas.
Ia menekankan bahwa masyarakat Papua berasal dari ras Melanesia yang satu, dari Sorong hingga Kepulauan Solomon.
“Papua boleh terbagi, tapi orang Papua jangan sampai pecah. Kalau kita utuh, kita kuat untuk membangun tanah Papua. Jangan rusak dengan narasi sempit dan sektarian,” ujarnya. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok