Repelita Jakarta - Nama Wilmar Group kembali menjadi sorotan publik setelah Kejaksaan Agung menyita dana sebesar Rp11,8 triliun dalam kasus fasilitas ekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil.
Kelima perusahaan yang tergabung dalam Wilmar Group adalah PT Multimas Nabati Asahan, PT Multi Nabati Sulawesi, PT Sinar Alam Permai, PT Wilmar Bioenergi Indonesia, dan PT Wilmar Nabati Indonesia.
Salah satu sosok yang pernah berada di balik raksasa agribisnis tersebut adalah Martua Sitorus.
Martua merupakan pendiri Wilmar Group, meskipun kini sudah tidak lagi menjadi bagian dari struktur perusahaan tersebut.
Lahir di Pematang Siantar pada 6 Februari 1960, Martua tumbuh dalam kondisi ekonomi terbatas.
Sejak muda ia terbiasa bekerja keras, mulai dari menjajakan koran hingga menjual udang untuk membantu keuangan keluarga.
Ia berhasil menyelesaikan pendidikan di Universitas HKBP Nomensen, Medan, sembari menekuni usaha kecil-kecilan di sektor komoditas.
Kisahnya berubah pada awal 1980-an saat bertemu pengusaha asal Malaysia, Kuok Khoon Hong.
Pertemuan itu melahirkan gagasan membentuk perusahaan pengolahan kelapa sawit.
Pada 1991, mereka mendirikan Wilmar Trading Pte Ltd dengan modal awal sebesar 100.000 dolar Singapura dan lima orang karyawan.
Nama Wilmar sendiri merupakan gabungan dari William dan Martua.
Di bawah kepemimpinan keduanya, Wilmar berkembang menjadi jaringan agribisnis raksasa yang memiliki lebih dari 500 pabrik dan pasar di lebih dari 50 negara.
Pada Juli 2018, Martua memutuskan hengkang dari Wilmar.
Bersama saudaranya, Ganda, ia kemudian mendirikan KPN Corporation yang bergerak di bidang perkebunan, properti, dan industri semen.
Proyek KPN mencakup pengembangan kota mandiri di Medan bersama Grup Ciputra dan peluncuran perusahaan semen Cemindo Gemilang ke lantai bursa pada 2021 dengan raihan dana Rp1,1 triliun.
Selain itu, rumah sakit milik keluarga Martua, Murni Sadar, juga melantai di bursa pada 2022 dan meraih pendanaan Rp331 miliar.
Hingga pertengahan Juni 2025, Forbes mencatat kekayaan Martua Sitorus mencapai US$3,5 miliar atau sekitar Rp57,12 triliun. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok