Repelita Solo - Perhatian publik kembali mengarah pada mantan Presiden RI, Joko Widodo, menyusul perubahan mencolok pada kondisi fisiknya.
Selain isu lama terkait ijazah, sorotan kini tertuju pada kondisi kesehatan Jokowi yang menuai banyak kekhawatiran.
Penampilan fisik Jokowi dalam beberapa waktu terakhir disebut-sebut mengalami perubahan signifikan.
Ruam-ruam kemerahan yang tampak di area wajah dan tubuhnya menjadi bahan perbincangan luas di media sosial.
Sejumlah warganet berspekulasi bahwa Jokowi mungkin mengalami Sindrom Stevens-Johnson, penyakit kulit langka yang bisa menimbulkan ruam parah, luka melepuh, hingga pengelupasan kulit.
Kecurigaan itu semakin menguat setelah Jokowi menghadiri acara ulang tahun ke-64 di kediamannya di Kelurahan Sumber, Solo, pada Sabtu, 21 Juni 2025.
Dalam acara itu, kondisi kulit Jokowi dinilai belum menunjukkan tanda-tanda membaik.
Meski begitu, dugaan tersebut segera dibantah oleh ajudan pribadi Jokowi, Kompol Syarif Fitriansyah.
Ia menegaskan bahwa Jokowi hanya mengalami reaksi alergi kulit biasa setelah kunjungan ke Vatikan.
“Tidak benar itu, Bapak saat ini sedang pemulihan dari alergi kulit usai pulang dari Vatikan,” ucap Syarif pada Minggu, 22 Juni.
Meski klarifikasi telah disampaikan, publik masih menunjukkan kekhawatiran yang tinggi.
Pasalnya, kondisi kulit Jokowi yang tampak belum pulih sepenuhnya justru memunculkan anggapan bahwa penyakitnya bisa jadi lebih serius dari yang disampaikan.
Sindrom Stevens-Johnson sendiri adalah penyakit langka yang menyerang kulit dan selaput lendir.
Penyakit ini muncul akibat reaksi ekstrem terhadap infeksi atau konsumsi obat-obatan tertentu.
Gangguan ini pertama kali diidentifikasi oleh dua dokter anak asal Amerika Serikat, Albert Mason Stevens dan Frank Johnson, pada tahun 1922.
Sindrom ini dapat menyerang semua usia, meskipun lebih umum pada anak-anak, usia muda, dan lanjut usia.
Data dari Cleveland Clinic menyebut bahwa perempuan lebih rentan terhadap sindrom ini dibanding laki-laki.
SJS umumnya disebabkan oleh alergi terhadap obat antibiotik, obat anti-kejang, obat pereda nyeri, dan obat asam urat.
Infeksi virus seperti influenza, HIV, hepatitis, gondongan, serta demam kelenjar juga bisa memicu sindrom ini.
Faktor genetik serta sistem imun yang lemah turut memperbesar risiko terkena SJS.
Karena kompleksitas penyebabnya, penyakit ini kerap dikategorikan sebagai penyakit autoimun.
Gejala awal SJS sering kali menyerupai flu, namun berkembang dengan cepat menuju fase yang lebih berbahaya.
Beberapa gejala awal antara lain demam tinggi, batuk, mata perih, sakit tenggorokan, nyeri sendi, sakit kepala, dan tubuh mudah lelah.
Fase lanjut ditandai dengan ruam merah yang menyebar cepat, melepuh pada area wajah, mulut, mata, hingga alat kelamin.
Kulit bisa terasa sangat perih, sensitif, dan mengalami pengelupasan beberapa hari setelah gejala awal muncul.
SJS memerlukan penanganan medis segera di rumah sakit karena risiko komplikasi yang bisa membahayakan nyawa.
Sejauh ini, belum ada pernyataan resmi dari pihak rumah sakit atau tim medis Jokowi.
Namun, publik berharap agar kondisi kesehatannya dapat segera membaik dan tidak berujung pada dugaan yang lebih serius. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok