Repelita, Jakarta - Pengamat politik Rocky Gerung menilai bahwa ada pergeseran paradigma yang cukup mencolok antara pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Presiden Prabowo Subianto.
Meskipun Prabowo sejak awal menyatakan akan melanjutkan program-program era Jokowi, kenyataan di lapangan menunjukkan arah kebijakan yang berbeda secara substansial.
“Secara jujur, kita mau katakan bahwa paradigmanya memang berubah, bahwa Prabowo lebih mementingkan pemenuhan kebutuhan dasar, basic needs, dari rakyat,” kata Rocky Gerung, dilansir Bisnis Bandung dari youtube pribadinya, Minggu (20/4).
Dalam pandangannya, pemerintahan Jokowi lebih menonjolkan pembangunan berkonsep mercusuar yakni proyek-proyek berskala besar yang dianggap bersifat simbolik dan berorientasi pada oligarki.
Sebaliknya, Prabowo dianggap membawa pendekatan yang lebih populis dengan fokus pada pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat.
Pergeseran ini dinilai sebagai bentuk otentisitas kebijakan Prabowo yang mulai tampak dalam praktiknya.
Rocky juga menyoroti sikap hati-hati Prabowo dalam melakukan perubahan di tubuh kabinet.
Ia mencermati bahwa mayoritas anggota kabinet saat ini masih berasal dari lingkungan pemerintahan sebelumnya, yang membuat transformasi kebijakan belum sepenuhnya terasa secara struktural.
Menurutnya, kondisi ini memperlihatkan semacam keraguan Prabowo dalam melakukan langkah radikal, meskipun terdapat tekanan ekonomi global yang memerlukan respons cepat dan strategis.
Lebih lanjut, Rocky menilai bahwa ketidaksesuaian antara pendekatan populis Prabowo dan kapasitas teknokratik kabinet yang ada menjadi salah satu kendala dalam pelaksanaan visi baru pemerintahan.
Ia menyebut bahwa kabinet perlu diisi oleh individu-individu yang tidak sekadar berasal dari lingkaran kekuasaan sebelumnya, melainkan yang mampu menerjemahkan kebijakan populis ke dalam tindakan nyata.
Dalam analisisnya, Rocky Gerung melihat bahwa meskipun Prabowo memperoleh limpahan dukungan elektoral dari Jokowi, tetap diperlukan keberanian politik untuk menegaskan perbedaan arah dan gaya kepemimpinan.
Ia menyebut kondisi saat ini sebagai fase transisi yang belum sepenuhnya selesai, baik dari sisi kebijakan maupun komposisi pemerintahan.
“Jadi sebetulnya kita mau lihat keahlian teknokratik dari kabinet Pak Prabowo yang tidak punya kapasitas untuk mendorong atau bahkan sekedar mendukung kebijakan-kebijakan populis dari Presiden Prabowo,” tuturnya. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok