Repelita Beijing - Ketegangan antara Amerika Serikat dan China terus memanas seiring dengan pernyataan provokatif yang dilontarkan Menteri Pertahanan AS Pete Hegseth dalam Konferensi Keamanan Amerika Tengah 2025 di Kota Panama. Dalam pidatonya, Hegseth menuding Beijing sebagai "ancaman Tiongkok" dan menyerukan agar Amerika mengekang pengaruh China di Belahan Barat.
Pernyataan tersebut langsung mendapat tanggapan keras dari juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Lin Jian, yang menyebut narasi Hegseth sebagai bentuk bias ideologis dan mentalitas Perang Dingin. Ia menilai tudingan tersebut sebagai kebohongan dan kekeliruan belaka.
Lin Jian melontarkan sejumlah pertanyaan tajam untuk Amerika. Ia mempertanyakan siapa yang menganggap Amerika Latin dan Karibia sebagai halaman belakang, siapa yang mencampuri urusan dalam negeri negara-negara tersebut, dan siapa yang melakukan penyadapan serta pengawasan global. "Dunia melihat hal ini dengan sangat jelas," tegasnya.
Ia menambahkan bahwa kerja sama China dengan negara-negara Amerika Latin adalah bentuk solidaritas Selatan-Selatan yang bebas dari motif geopolitik. China, kata Lin, tidak pernah mencari wilayah pengaruh atau menargetkan pihak ketiga.
Sebaliknya, ia menuduh AS secara terus-menerus memfitnah dan menyerang China demi mempertahankan kendali atas Amerika Latin dan Karibia. Ia menyatakan bahwa upaya AS itu akan berakhir gagal.
Konflik kedua negara kian panas ketika Presiden AS Donald Trump kembali menaikkan tarif terhadap produk Tiongkok hingga 145 persen. China membalas dengan tarif hingga 125 persen terhadap barang-barang AS.
Menteri Perdagangan China Wang Wentao menegaskan bahwa negaranya masih membuka pintu dialog. Namun jika Amerika tetap memaksakan kehendaknya, China akan bertahan dan berjuang hingga akhir.
Dalam pernyataan terpisah, juru bicara Kementerian Perdagangan China juga mendesak AS untuk mencabut sepenuhnya praktik tarif resiprokal. Ia menilai kebijakan pengecualian terhadap produk-produk seperti gawai dan cip memori hanyalah langkah kecil yang belum menyentuh akar persoalan.
Sementara itu, sejumlah komentar netizen Tiongkok dan Amerika juga mencuat di media sosial. "Amerika menyebut negara lain sebagai ancaman, padahal mereka sendiri yang paling agresif," tulis akun @LiangZhen di Weibo. Sementara akun Twitter @PaulFreedom dari Texas menyebut, "Trump pakai tarif untuk cari suara pemilu, tapi rakyat yang bayar harganya."
Kebijakan penangguhan tarif selama 90 hari yang diumumkan Trump hanya berlaku untuk negara-negara tertentu. China tidak termasuk di dalamnya, mempertegas bahwa perang dagang masih jauh dari kata selesai.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok