Repelita Bekasi - Aura Cinta, seorang alumni SMAN 1 Cikarang Utara, mengaku sebagai rakyat miskin saat berdebat dengan Dedi Mulyadi.
Pernyataan itu disampaikan dalam pertemuan terbuka yang menyoroti kebijakan larangan wisuda di sekolah.
Ia menyatakan, meskipun berasal dari keluarga kurang mampu, ia tetap mendukung pelaksanaan wisuda sebagai kenangan masa sekolah.
Menurutnya, wisuda tidak harus mahal dan bisa dilaksanakan dengan biaya ringan.
Pernyataan Aura tersebut langsung ditanggapi oleh Dedi Mulyadi.
Ia menjelaskan bahwa larangan wisuda bertujuan meringankan beban ekonomi keluarga siswa.
Dedi juga mengatakan bahwa esensi pendidikan bukan pada seremoni, melainkan pada proses belajar.
Perdebatan ini memicu perhatian publik.
Banyak pihak mempertanyakan latar belakang Aura yang mengaku miskin.
Didi Rosidi, mantan Kepala Sekolah SMAN 1 Cikarang Utara, membenarkan bahwa Aura Cinta memang masuk melalui jalur afirmasi.
Jalur tersebut diperuntukkan bagi siswa dari keluarga tidak mampu.
Aura lulus pada tahun 2024 dengan nama lengkap Egalita Aurelia Devi Artamevia.
Keluarga Aura diketahui sempat tinggal di bantaran sungai di kawasan Cikarang.
Mereka pernah mengalami penggusuran karena menempati lahan milik pemerintah.
Kala itu, Aura sempat menyuarakan keluhan di media sosial yang kemudian viral.
Namun, Dedi Mulyadi menyebut bahwa Aura kini sudah dewasa dan mandiri.
Ia mengatakan bahwa Aura sudah menjadi model iklan dan memiliki penghasilan.
Hal itu memunculkan perdebatan di masyarakat soal keabsahan status “rakyat miskin” yang diungkapkan Aura.
Sejumlah netizen membela Aura dan menilai bahwa kemiskinan masa lalu tetap relevan dibicarakan.
Namun, tidak sedikit pula yang menilai bahwa klaim tersebut sudah tidak akurat dengan kondisi Aura saat ini.
Perdebatan ini memunculkan diskusi luas mengenai hak siswa untuk ikut wisuda dan beban ekonomi keluarga.
Sebagian masyarakat berharap kebijakan pendidikan bisa lebih fleksibel dan melibatkan aspirasi siswa.
Namun sebagian lainnya mendukung larangan wisuda karena dianggap menghindarkan pemborosan.
Dedi Mulyadi menegaskan bahwa kebijakan tersebut akan terus dievaluasi.
Sementara itu, Aura Cinta berharap suara siswa juga diperhatikan dalam pengambilan keputusan.
Peristiwa ini menjadi refleksi bahwa dunia pendidikan tidak lepas dari dinamika sosial dan ekonomi.
Dialog antara pejabat dan siswa seperti ini diharapkan membuka ruang partisipasi publik yang lebih besar.
Dengan demikian, kebijakan pendidikan bisa lebih inklusif dan berkeadilan.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok