Repelita, Jakarta - Rancangan Undang-Undang (RUU) Kejaksaan terus menuai penolakan. Salah satunya datang dari Pegiat Media Sosial Jhon Sitorus, yang menilai RUU tersebut harus ditolak karena berpotensi menjadikan Kejaksaan RI sebagai lembaga dengan kekuasaan yang terlalu besar.
Jhon mengungkapkan bahwa dengan adanya RUU tersebut, Kejaksaan akan sulit untuk diawasi oleh Aparat Penegak Hukum (APH) lain, seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Polri. Ia menambahkan, "POLRI dan KPK tidak akan bisa memeriksa jaksa yang bermasalah kecuali ada izin dari Jaksa Agung."
Menurut Jhon, hal ini merupakan bentuk wewenang yang berlebihan dan berpotensi menyebabkan kekacauan hukum. Ia khawatir jika hal tersebut sampai diintervensi oleh penguasa, maka akan sangat sulit untuk menegakkan keadilan di Indonesia.
Seruan serupa juga datang dari beberapa pihak lainnya, termasuk Fakultas Hukum Universitas Islam Malang. Mereka menyuarakan keprihatinannya dalam diskusi bertema "Dilema Tumpang Tindih Kewenangan Polisi dan Jaksa: Urgensi Revisi Rancangan KUHAP dan Rancangan UU Kejaksaan dalam Bingkai Sistem Peradilan Pidana" yang digelar di Gedung Abdurrahman Wahid Unisma pada Kamis (13/2/2025).
Selain itu, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Malang Raya bersama Gerakan Rakyat Mahasiswa UIN Maulana Malik Ibrahim juga menggelar Seminar Nasional yang bertajuk "Urgensi RUU Kejaksaan & RKUHAP: Menata Ulang Kewenangan atau Memperkuat Arogansi Penegak Hukum?" pada Jumat (14/2/2025), yang turut mengkritisi rancangan undang-undang tersebut. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok