Repelita Jakarta - PT Sri Rejeki Isman Tbk. (Sritex) mengambil langkah hukum luar biasa dengan mengajukan permohonan kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA) terkait status pailit yang diputuskan oleh Pengadilan Niaga Semarang.
Dalam keterbukaan informasi pada 4 Februari 2024, Sritex mengungkapkan bahwa perusahaan tengah melakukan konsolidasi internal dan eksternal untuk kepentingan para stakeholder. "Perseroan [juga] melakukan persiapan dalam pengajuan permohonan kembali," demikian tertulis dalam keterbukaan informasi yang dirilis pada Kamis (6/2/2025).
Permasalahan kepailitan Sritex bermula dari klaim Indo Bharat Rayon yang mendalilkan adanya pembayaran tanggungan yang belum dilunasi Sritex senilai Rp127,9 miliar. Salah satu klausul dalam putusan Homologasi terkait utang ini adalah kewajiban pembayaran senilai US$17.000 per bulan dengan waktu penyelesaian selama empat tahun, dimulai pada September 2022 dan harus tuntas pada September 2026. Namun, Indo Bharat mengklaim Sritex menghentikan pembayaran pada 26 Juni 2023, sehingga utang tersebut tak terselesaikan.
Sritex membantah klaim tersebut dengan menyatakan bahwa pembayaran utang kepada Indo Bharat telah dilunasi oleh pihak ketiga melalui mekanisme subrogasi. Sritex juga tidak dapat membuktikan pembayaran yang dilakukan oleh pihak ketiga tersebut. Akibatnya, majelis hakim MA menolak permohonan kasasi yang diajukan Sritex dan tiga anak usahanya.
Sebelum putusan pailit, Sritex sempat menggugat status Indo Bharat sebagai kreditur dalam Perjanjian Perdamaian yang telah disahkan oleh Pengadilan Niaga Semarang. Gugatan ini, yang tercatat dengan nomor 45/Pdt.Sus-Gugatan Lain-lain/2023/PN Niaga Smg, dilayangkan pada 22 Desember 2023. Dalam gugatan tersebut, Sritex meminta agar Indo Bharat dihapuskan dari daftar kreditur yang sah.
Namun, pada 20 Februari 2024, hakim Pengadilan Niaga Semarang menolak gugatan Sritex dan menguatkan status Indo Bharat sebagai kreditur yang sah. Pada 22 Mei 2024, MA juga menolak kasasi yang diajukan Sritex dan anak usahanya, memutuskan bahwa status Indo Bharat sebagai kreditur tidak dapat dibatalkan.
Indo Bharat kemudian menggugat balik Sritex terkait pembatalan putusan homologasi dan pengabaian kewajiban pembayaran. Dalam gugatan yang terdaftar pada 22 September 2024, Indo Bharat meminta agar homologasi perdamaian dibatalkan, dengan alasan Sritex telah lalai dalam memenuhi kewajibannya. Pada 21 Oktober 2024, Pengadilan Niaga Semarang mengabulkan gugatan tersebut dan menyatakan Sritex dan ketiga anak usahanya dalam status pailit, yang juga diperkuat dengan putusan MA pada 18 Desember 2024.
Proses kepailitan Sritex kini masih berlangsung, dengan Tim Kurator telah melakukan dua kali rapat verifikasi kreditur. Mereka juga dijadwalkan untuk melakukan mediasi dengan manajemen Sritex guna mencari titik temu, apakah proses ini akan berakhir dengan opsi "going concern" atau penyelesaian insolvency.
"Hasil dari hari ini, yaitu kami harus berkoodinasi dengan kurator untuk menyediakan satu skema untuk opsi apabila Going Concern seperti apa, kalau penyelesaian atau insolvent seperti apa. Supaya nanti menjadi pertimbangan seluruh kreditur," ungkap Iwan Kurniawan Lukminto, Direktur Utama Sritex.
Denny Ardiansyah, anggota Tim Kurator dalam kasus ini, menyatakan bahwa pihaknya dan debitur akan bertemu dalam 21 hari ke depan untuk membahas hasil pertemuan mereka. "Kami akan mengundang kreditur untuk hadir rapat di Pengadilan Negeri Semarang untuk membahas hasil pertemuan kami dengan debitur," katanya. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok