Rocky Gerung mengkritik kebijakan Presiden Prabowo yang memangkas anggaran makan siang gratis untuk siswa dari Rp15.000 menjadi Rp10.000.
Menurut Rocky, kebijakan ini mencerminkan inkonsistensi dalam menentukan prioritas nasional, terutama dalam sektor pendidikan dan gizi anak.
Ia menilai bahwa meskipun peningkatan gaji dan insentif untuk guru ASN dan honorer adalah langkah yang penting untuk meningkatkan kualitas pendidikan, pengurangan anggaran makan siang siswa seharusnya tidak dilakukan.
Rocky Gerung menegaskan bahwa anak-anak memerlukan gizi yang cukup agar bisa menyerap ilmu dengan baik. Gizi yang optimal sangat penting untuk mendukung perkembangan otak dan kapasitas intelektual siswa, khususnya pada usia formatif.
Kebijakan ini, menurutnya, menggambarkan dilema besar dalam pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Ia juga mengaitkan hal ini dengan prioritas pembangunan infrastruktur pada masa pemerintahan sebelumnya yang membuat anggaran pendidikan menghadapi pilihan sulit.
Rocky Gerung mempertanyakan mengapa kualitas makan siang anak-anak menjadi korban dari keterbatasan anggaran. Pendidikan, bagi Rocky, bukan hanya soal memberikan materi ajar, tetapi juga memastikan kondisi fisik siswa optimal untuk belajar.
Ia menegaskan bahwa dengan menurunkan kualitas gizi, negara berisiko melemahkan generasi muda yang seharusnya menjadi aset utama bangsa.
Rocky Gerung juga mengingatkan bahwa kebijakan yang menyentuh kebutuhan dasar, seperti gizi anak, harus ditempatkan sebagai prioritas yang tidak bisa dikompromikan, bahkan di tengah keterbatasan anggaran.
“Jika ada anggaran terbatas, maka harus ada yang dipangkas. Masalahnya, mengapa yang dikorbankan justru kualitas makan siang anak-anak,” tutupnya.***
Editor: Ani Asyifa Qaila

