Para akademisi hukum mengemukakan perhatian serius terkait peran partai politik yang dinilai semakin dominan dan merusak proses demokrasi di Indonesia. Dosen Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera, Bivitri Susanti, menegaskan bahwa "pembajakan demokrasi" yang marak terjadi banyak dilakukan oleh partai politik.
Menurut Bivitri, lembaga-lembaga penegak hukum dan keadilan, seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Mahkamah Konstitusi (MK), telah menjadi korban intervensi dari partai politik. "Partai politik merupakan penyumbang terbesar dalam pembajakan lembaga-lembaga tersebut, mulai dari KPK hingga MK," ujarnya, seperti dikutip dari YouTube Watchdoc Documentary, pada Senin (28/10/2024).
Senada dengan Bivitri, Dosen Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Herlambang P. Wiratman, mengungkapkan bahwa partai politik saat ini berada dalam zona kekuasaan yang minim kontrol dari masyarakat. Ia menambahkan bahwa partai politik cenderung bertransformasi menjadi "imperium" baru yang tidak lagi mewakili suara rakyat, melainkan kepentingan pemilik partai itu sendiri. "Situasi ini menunjukkan bahwa partai politik hadir tanpa mewakili suara rakyat, tetapi lebih kepada kepentingan pemiliknya," tegas Herlambang.
Kritik dari para akademisi ini mencerminkan kekhawatiran mendalam mengenai kondisi demokrasi di Indonesia yang semakin jauh dari prinsip representasi rakyat. Dominasi partai politik yang kurang terkontrol dianggap sebagai akar masalah ini, sehingga mendesak perlunya perubahan signifikan dalam sistem politik agar lebih akuntabel dan responsif terhadap kepentingan publik.***