Guru Besar Hukum Tata Negara, Prof. Jimly Asshiddiqie, memberikan tanggapan serius terhadap penangkapan tiga hakim Pengadilan Negeri Surabaya oleh Kejaksaan Agung melalui Operasi Tangkap Tangan (OTT).
Dalam keterangan yang disampaikan melalui aplikasi X @JilmyAs pada tanggal 27 Oktober 2024, Prof. Jimly menegaskan bahwa insiden tersebut mencerminkan kondisi darurat dalam dunia kehakiman dan penegakan hukum di Indonesia. Ia menyatakan, "Dunia kehakiman dan penegakan hukum kita benar-benar sedang mengalami kerusakan parah."
Lebih lanjut, Prof. Jimly menggarisbawahi bahwa perbaikan dalam sistem peradilan tidak hanya terbatas pada peningkatan kesejahteraan para hakim dan aparat penegak hukum, tetapi juga harus mencakup aspek independensi, kualitas, dan integritas. "Oleh karena itu, harus diadakan reformasi total," ungkapnya.
Ia juga menekankan pentingnya menjaga kualitas moral dan profesionalisme hakim agar tidak mudah tergoda oleh praktik suap atau intervensi pihak luar. "Bukan hanya kesejahteraan hakim dan aparat penegak hukum yang perlu dibenahi, tetapi juga independensi, kualitas, dan integritas mereka," tegas Prof. Jimly.
Jimly menambahkan bahwa sistem kerja secara menyeluruh perlu ditata ulang untuk mengatasi kerusakan yang terjadi hingga ke akar permasalahan. "Bahkan sistem kerjanya secara menyeluruh mesti ditata ulang," pungkasnya.
Sebelumnya, tiga hakim di Pengadilan Negeri Surabaya ditangkap dalam operasi tangkap tangan yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung. Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Febrie Adriansyah, membenarkan berita penangkapan tersebut pada Rabu, 23 Oktober 2024.
Hakim-hakim yang ditangkap diduga terlibat dalam kasus vonis bebas terhadap terdakwa Gregorius Ronald Tannur (GRT), yang terlibat dalam perkara pembunuhan Dini Sera Afrianti. Meskipun demikian, Febrie belum memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai hal itu.
Sebagaimana diketahui, pada akhir Juli lalu, Ronald Tannur, yang merupakan anak anggota DPR saat itu, divonis bebas oleh majelis hakim PN Surabaya. Putusan ini menjadi kontroversial karena rekaman CCTV dan reka adegan menunjukkan bahwa Ronald sengaja melindas Dini Sera Afrianti. Majelis hakim yang menangani perkara tersebut terdiri dari tiga orang, yaitu Erintuah Damanik, Mangapul, dan Heru Hanindyo.***