Breaking Posts

6/trending/recent

Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

Pembebasan Pajak PBB di Jakarta: Dimulai Ahok, Dinaikkan Anies dan Dijadikan Progresif Heru Budi

 Pajak PBB atau Bumi dan Bangunan di Jakarta dengan NJOP alias Nilai Jual Objek Pajak di bawah Rp2 miliar digratiskan. Pembebasan ini diawali oleh Gubernur Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok pada 2016.

Ahok membebaskan PBB bagi rumah dengan NJOP di bawah Rp 1 miliar. Ketika Anies Baswedan menjadi gubernur (2018-2023), NJOP yang bebas pajak dinaikkan menjadi Rp2 miliar.

Penjabat Gubernur Jakarta, Heru Budi Hartono lalu mengubah penggratisan ini hanya untuk objek pajak pertama. Artinya, jika seseorang mempunyai rumah atau tanah bernilai NJOP kurang dari Rp2 miliar lebih dari satu, maka yang gratis hanya satu.

Keputusan itu dilakukan karena jika mempunyai lebih dari satu rumah atau lahan, berarti pemiliknya adalah orang mampu. Pemerintah Jakarta memang kehilangan pemasukan lumayan besar atas pembebasan PBB ini.

Sampai 2022, setidaknya ada 1,2 juta bangunan rumah warga yang NJOP-nya di bawah Rp2 miliar. Dengan demikian, 85 persen bangunan milik warga di Jakarta tidak terkena PBB.

Dari pembebasan PBB pada 1,2 juta rumah ini, pemasukan kas daerah berpotensi hilang Rp2,7 triliun per tahun.

Menurut

Heru Budi Hartono, Peraturan Gubernur Nomor 16 Tahun 2024 tentang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) tidak berdampak terhadap masyarakat bawah.

"Karena (NJOP) Rp2 miliar ke bawa gratis, pensiunan gratis," kata Heru di Jakarta, Rabu, 19 Juni 2024.

Menurut dia, peraturan yang baru saja ditandatangani sama sekali tidak memberatkan kalangan bawah karena mereka tetap tidak dikenakan pajak PBB-P2.

Heru mengatakan bahwa peraturan gubernur tersebut hanya berdampak bagi orang yang sudah memiliki rumah kedua atau ketiga dan seterusnya sehingga dapat dipastikan warga yang memiliki satu rumah dengan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) Rp2 miliar masih aman.

"Untuk masyarakat yang bawah itu tidak terkena dampak. Semua terkena setelah ada rumah kedua ketiga dan seterusnya," ujarnya.

Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Provinsi DKI Jakarta Lusiana Herawati mengatakan bahwa kebijakan insentif pajak tertuang pada Peraturan Gubernur Nomor 16 tahun 2024 diterbitkan sebagai implementasi Peraturan Daerah nomor 1 tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Menurut dia, peraturan tersebut untuk menciptakan keadilan pemungutan PBB-P2 melalui perbaikan formulasi pemberian insentif pajak daerah yang telah diberikan kepada masyarakat Jakarta pada tahun-tahun sebelumnya sehingga dapat lebih tepat sasaran.

Ia mengatakan bahwa insentif yang dikeluarkan itu khusus bagi wajib pajak yang memiliki hunian di bawah Rp2 miliar dan apabila mempunyai lebih dari satu objek pajak, maka pembebasan akan diterapkan pada NJOP terbesar.

"Hal ini mempertimbangkan bahwa kebijakan tahun-tahun sebelumnya adalah dalam rangka pemulihan ekonomi dampak COVID-19," ujarnya.

Lusiana menyebutkan, pada tahun ini, pihaknya memberikan kebijakan berupa pemberian keringanan, pengurangan, dan pembebasan atas pokok pajak dan atau sanksi pajak, serta fasilitas angsuran pembayaran pajak terutang.

Itu semua, kata Lusiana, bertujuan untuk membantu mengurangi beban wajib pajak dalam menunaikan kewajiban perpajakan.

Pemprov DKI Jakarta memberikan insentif fiskal daerah berupa keringanan, pengurangan dan pembebasan, serta kemudahan pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) 2024 khususnya terhadap hunian di bawah Rp2 miliar.

"Pembayaran pajak pada hakikatnya sebagai wujud gotong royong dalam memulihkan kembali kondisi perekonomian di DKI Jakarta. Oleh karena itu, kami mengimbau masyarakat agar dapat memanfaatkan insentif fiskal ini agar wajib pajak dapat terbantu dalam melunasi kewajiban perpajakan," katanya.

Isi Aturan Baru PBB Jakarta

Lusiana menambahkan, adapun isi kebijakan PBB-P2 DKI Jakarta pada 2024, yaitu ruang lingkup pemberian keringanan, pengurangan dan pembebasan, serta kemudahan pembayaran PBB-P2 2024 meliputi, pembebasan pokok, pengurangan pokok, angsuran pembayaran pokok, keringanan pokok dan pembebasan sanksi administratif.

Selain pembebasan pajak di bawah Rp2 miliar, lanjut Lusiana, terdapat pula pembebasan pokok 50 persen yang diberikan dan harus dibayar dalam SPPT tahun pajak 2023 sebesar Rp0 dan tidak memenuhi ketentuan untuk diberikan pembebasan 100 persen.

"Ada pula pembebasan nilai tertentu, diberikan untuk kategori PBB-P2 yang harus dibayar dalam SPPT tahun pajak 2023 lebih dari Rp0. Kenaikan PBB-P2 tahun pajak 2024 lebih dari 25 persen dari PBB-P2 yang harus dibayar tahun pajak 2023," katanya.

Sumber Berita / Artikel Asli : tempo

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

Below Post Ad

Ads Bottom

Copyright © 2023 - Repelita.net | All Right Reserved