Breaking Posts

6/trending/recent

Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

Amnesty Internasional: Mengancam Warga Demi Pembangunan IKN Harus Dihentikan!

 

Mengancam warga, terlebih masyarakat hukum adat yang sudah tinggal lama di Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), Kalimantan Timur demi pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) adalah tindak pelecehan.

Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia Usman Hamid menegaskan hal itu dalam pernyataannya kepada Kompas.com, Jumat (15/3/2024).

Oleh karena itu, Amnesty Internasional Indonesia mendesak pemerintah untuk segera menghentikan langkah yang mengancam hak atas tempat tinggal masyarakat Sepaku dan warga adat demi membangun IKN dan membuka ruang konsultasi secara bermakna.

Usman menanggapi beredarnya surat Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN) kepada 200 warga agar membongkar bangunan mereka di lokasi pembangunan IKN.

Menurutnya, surat yang dikeluarkan OIKN pada 4 Maret 2024 bernomor 179/DPP/OIKN/III/2024 terkait undangan kehadiran untuk menindaklanjuti pelanggaran pembangunan yang tidak berizin dan tidak sesuai dengan Tata Ruang IKN, tak hanya melecehkan hak masyarakat Sepaku.

Surat itu dan Surat Teguran Pertama Nomor 019/ST I-Trantib-DPP/OIKN/III/2024, yang memberi waktu 7x24 jam pada hari kerja bagi warga untuk merobohkan bangunan yang tidak sesuai dengan ketentuan tata ruang IKN dan peraturan perundang-undangan, juga melecehkan hak masyarakat hukum adat suku Balik yang terancam kehilangan tempat tinggal.

"Langkah ini melanggar hak konstitusional warga dan hak atas tanah masyarakat hukum adat yang diakui secara internasional," cetus Usman.

Dia pun mempertanyakan janji Pemerintah untuk membangun IKN tanpa penggusuran. Kedua surat itu semakin menandakan sempitnya ruang partisipasi masyarakat Sepaku dalam pengambilan keputusan yang memengaruhi kehidupan dan tempat tinggal mereka.

“Memaksa mereka untuk meninggalkan tanah leluhur atau tanah yang sudah sejak lama didiami, memperlihatkan tindakan yang melanggar prinsip keadilan sosial dan absennya konsultasi bermakna," tutur Usman.

Dia menegaskan, masyarakat Sepaku berhak menentukan masa depan tempat tinggal mereka.

Hak-hak warga harus dilindungi dan negara harus memastikan bahwa mereka tidak lagi menjadi korban dari kebijakan yang merugikan dan diskriminatif.

Tidak menggusur semena-mena

Sumber kredibel Amnesty Internasional Indonesia di Jaringan Advokasi Tambang Kalimatan Timur (Jatam Kaltim), sebuah jejaring organisasi non-pemerintah dan organisasi masyarakat sipil yang bergerak di bidang hak asasi manusia, lingkungan, dan masyarakat adat mengungkapkan, sekitar 200 warga empat desa di Kecamatan Sepaku, diminta untuk merobohkan bangunan mereka.

Alasannya, bangunan-bangunan tersebut dinilai tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Ibu Kota Nusantara (IKN).

Warga yang terdiri dari masyarakat hukum adat, warga yang sudah lama tinggal maupun pendatang, diberi batas waktu tujuh hari sejak menerima teguran pertama.

Hal itu terungkap dalam dua lembar surat berkop OIKN tertanggal 4 Maret 2024 kepada para warga Sepaku yang tersebar di empat desa di Sukaraja, Bukit Raya, Pemaluan, dan Bumi Harapan.

Lembar pertama surat OIKN itu bernomor 179/DPP/OIKN/III/2024 terkait undangan kehadiran untuk menindaklanjuti pelanggaran pembangunan yang tidak berijin dan tidak sesuai dengan Tata Ruang IKN.

Berdasarkan surat tersebut, hasil identifikasi oleh Tim Gabungan Penertiban Bangunan Tidak Berizin pada Oktober 2023 menyebutkan, ratusan rumah warga tidak mematuhi rencana tata ruang yang diatur dalam Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Wilayah Perencanaan (WP) IKN.

OIKN juga mengeluarkan Surat Teguran Pertama No. 019/ST I-Trantib-DPP/OIKN/III/2024, yang memberi waktu 7x24 jam pada hari kerja bagi warga untuk merobohkan bangunan yang tidak sesuai dengan ketentuan tata ruang IKN dan peraturan perundang-undangan.

kemudian OIKN menggelar pertemuan pada 8 Maret 2024 untuk membahas isi surat tersebut dan dihadiri sekitar 200 warga yang rumahnya dianggap tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang IKN.

Sumber Amnesty menemui beberapa warga di Kampung Tua Sabut, yang terletak di Desa Pemaluan dan sebagian besar dihuni masyarakat adat suku Balik.

Warga mengaku dua lembar surat OIKN itu diberikan mendadak, bahkan tidak sampai 24 jam dari jadwal pertemuan pada 8 Maret jam 9 pagi.

Menurut pengakuan warga, pertemuan dengan OIKN itu tidak mencapai kesepakatan. Salah satu sebabnya karena warga gelisah, tiba-tiba diminta harus merobohkan rumah mereka padahal sudah tinggal jauh lebih lama sebelum IKN dibangun.

Lalu mereka belum pernah dilibatkan dalam penyusunan RTRW di lokasi pembangunan IKN.

Ini yang membuat warga geram pada pertemuan tersebut sehingga tidak tercapai kesepakatan dan secara sepihak OIKN menyampaikan pertemuan itu dibatalkan dan dianggap tidak terjadi dan pertemuan akan dijadwal ulang, ungkap sumber Amnesty.

Sementara itu Kepala OIKN Bambang Susantono, di Jakarta, Rabu (13/3/2024) mengatakan tidak akan menggusur semena-mena dalam rangka pembangunan IKN.

Sebelumnya, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional pada 25 Januari 2022, juga pernah berjanji tidak akan menggusur warga setempat dan masyarakat adat di wilayah IKN, dan pengelolaan IKN akan memperhatikan hak atas tanah kelompok masyarakat adat.

Hal ini dikuatkan oleh Komite Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya PBB (CESCR) yang pada 1 Maret 2024, merekomendasikan Indonesia sebagai Negara Pihak untuk melakukan evaluasi dampak hak asasi manusia dan lingkungan hidup secara sistematis, transparan, dan independen dalam setiap proyek pembangunan dan kegiatan bisnis.

Evaluasi tersebut harus menyediakan informasi tentang dampaknya terhadap kesejahteraan ekonomi, sosial, dan budaya, serta hak-hak masyarakat adat dan komunitas yang terdampak.

Sumber Berita / Artikel Asli : kompas

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

Below Post Ad

Ads Bottom

Copyright © 2023 - Repelita.net | All Right Reserved