Ade Armando, politisi PSI, memberikan pandangan tajam terkait konstelasi politik di Pilkada Jakarta, khususnya mengenai pasangan Pramono Anung dan Rano Karno.
Dalam analisanya, Ade Armando menilai bahwa Pramono dan Rano Karno, yang diusung oleh PDIP, tidak bisa dianggap sebagai tokoh independen. Menurutnya, mereka sepenuhnya tunduk pada arahan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri.
"Masalahnya, kita tidak bisa melihat Pramono dan Rano Karno sebagai dua tokoh independen. Mereka adalah petugas partai PDIP yang akan menjalankan perintah Megawati," tegas Ade Armando.
Pernyataan ini memperkuat persepsi bahwa PDIP memanfaatkan pengaruh partainya untuk mengonsolidasikan kekuasaan di tengah situasi politik yang semakin dinamis.
Ade Armando juga mengomentari keputusan Mahkamah Konstitusi mengenai ambang batas suara partai dan usia calon kepala daerah, yang dinilai sangat menguntungkan bagi PDIP. Ia menyebutkan bahwa di Jakarta, Pramono Anung adalah contoh nyata dari keuntungan yang diperoleh melalui keputusan tersebut.
"Di Jawa Tengah, aturan baru tersebut menggagalkan peluang Kaesang Pangarep untuk maju sebagai calon kepala daerah. PDIP akhirnya memajukan nama Andika, yang kini berpotensi memenangkan pertarungan," lanjut Ade Armando.
Selain itu, ia menyoroti bahwa meskipun Ridwan Kamil (RK) mendapatkan dukungan dari Presiden Joko Widodo dan Prabowo Subianto, ia menghadapi tantangan berat dalam Pilkada kali ini.
Pramono Anung, dengan dukungan dana kampanye besar dan strategi komunikasi yang kuat, menciptakan tekanan serius bagi RK. Ade Armando mengkritik beberapa blunder yang merugikan RK, termasuk pernyataan kontroversial dari calon wakilnya, Suswono.
Menurut Ade Armando, dukungan kelompok seperti FPI kepada RK tidak memberikan dampak signifikan, berbeda dengan peran Anies Baswedan yang mendukung Pramono. Ia menilai keberadaan Anies sebagai pendukung dapat memengaruhi hasil akhir Pilkada.
"Keberadaan Anies sebagai pendukung menjadi faktor penting yang dapat memengaruhi hasil akhir," pungkas Ade Armando.(*)