
Repelita Gyeongju - Presiden China Xi Jinping tampil berbeda dalam pertemuan puncak APEC yang digelar di kota Gyeongju, Korea Selatan, Sabtu, 1 November 2025. Dalam momen langka, Xi menunjukkan sisi humorisnya saat bertukar hadiah dengan Presiden Korea Selatan Lee Jae-myung.
Dalam suasana santai, Xi menyerahkan dua unit ponsel Xiaomi kepada Lee. Ponsel tersebut menggunakan layar buatan Korea Selatan. Lee menanggapi dengan candaan, “Apakah jalur komunikasinya aman?” yang langsung dibalas Xi dengan senyum, “Anda yang harus periksa, siapa tahu ada pintu belakang.” Gurauan itu sontak memicu tawa dari Lee dan para hadirin.
Candaan Xi yang menyentil isu klasik soal keamanan perangkat lunak menjadi sorotan media Korea Selatan. Harian Seoul Shinmun bahkan menulis tajuk utama, “Xi tertawa terbahak-bahak setelah Lee bercanda tentang keamanan Ponsel Xiaomi,” menggambarkan betapa langkanya momen tersebut dalam diplomasi Tiongkok.
Menurut juru bicara Presiden Lee, Kim Nam-jun, keakraban antara kedua pemimpin terbangun melalui rangkaian acara selama dua hari, mulai dari upacara penyambutan, tukar cenderamata, jamuan makan, hingga pertunjukan budaya. Kim menyebut bahwa chemistry yang terjalin memungkinkan munculnya lelucon yang tidak biasa dalam forum diplomatik.
Pertemuan tersebut juga menandai kunjungan pertama Xi ke Korea Selatan dalam lebih dari satu dekade. Momen ini dianggap sebagai langkah awal membuka babak baru dalam hubungan bilateral yang selama ini diwarnai dinamika kompleks antara kerja sama ekonomi dan ketegangan politik-keamanan.
Sejak normalisasi hubungan diplomatik pada tahun 1992, China dan Korea Selatan telah menjalin kemitraan ekonomi yang kuat. China menjadi mitra dagang terbesar Korea Selatan selama lebih dari dua dekade, dengan volume perdagangan mencapai ratusan miliar dolar setiap tahun.
Kedua negara terus menjajaki kerja sama di sektor teknologi tinggi, energi bersih, dan semikonduktor. Mereka juga berupaya mempercepat negosiasi perjanjian perdagangan bebas untuk investasi dan layanan, menunjukkan pragmatisme dalam hubungan ekonomi meski perbedaan ideologis tetap ada.
Namun, hubungan ekonomi tersebut kerap dibayangi oleh friksi keamanan, terutama sejak penempatan sistem pertahanan rudal THAAD oleh Amerika Serikat di Korea Selatan pada tahun 2017. China memandang sistem tersebut sebagai ancaman strategis, yang memicu boikot ekonomi tidak resmi dan penurunan tajam dalam pertukaran budaya.
Upaya pemulihan hubungan dilakukan di era Presiden Moon Jae-in, termasuk pertukaran pesan diplomatik pada peringatan 30 tahun hubungan bilateral pada Agustus 2022. Namun, kebijakan luar negeri Presiden Yoon Suk-yeol yang lebih condong ke Amerika Serikat kembali memicu kekhawatiran di Beijing.
Ketegangan politik tersebut berdampak pada hubungan ekonomi, dengan Korea Selatan mulai mencatat defisit perdagangan dengan China sejak tahun 2023. Persaingan di sektor semikonduktor dan krisis rantai pasokan turut memperburuk situasi.
Di sektor keamanan maritim, gesekan di Laut Kuning semakin meningkat. Penjaga Pantai Tiongkok dilaporkan membayangi kapal-kapal Korea Selatan di Zona Penyangga Perdamaian, menambah ketidakpercayaan di wilayah perairan regional.
Secara keseluruhan, hubungan China dan Korea Selatan berada dalam kondisi pragmatis namun rapuh. Kedua negara menyadari pentingnya menjaga stabilitas ekonomi, namun perbedaan dalam aliansi keamanan dan isu geopolitik tetap menjadi tantangan yang harus dikelola dengan hati-hati.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

