
Repelita Jakarta – Pegiat media sosial, Jhon Sitorus, kembali melontarkan sindiran terhadap pendukung setia Presiden ke-7 RI, Joko Widodo, menyusul kabar pemanggilan eks Menteri Perhubungan, Ignasius Jonan, oleh Presiden Prabowo Subianto ke Istana.
Pemanggilan tersebut memicu rasa penasaran publik karena terjadi di tengah sorotan terhadap utang proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung atau Whoosh yang terus membengkak.
Menurut Jhon, langkah Prabowo memanggil Jonan yang dahulu dikenal menolak proyek Whoosh dan kemudian dicopot oleh Jokowi, merupakan sinyal kuat bahwa arah kebijakan pemerintahan saat ini mulai bergeser.
Solo ketar-ketir, yang dipecat karena menolak Whoosh dipanggil oleh Presiden Prabowo, tulis Jhon melalui akun X @jhonsitorus_19 pada 3 November 2025.
Jhon juga menyoroti manuver politik sejumlah loyalis Jokowi, termasuk Ketua Umum Projo, Budi Arie Setiadi, yang menyatakan keinginan untuk mendekat ke kubu Gerindra.
Kalo Budi Arie udah mau gabung Gerindra, lalu siapa dong yang belain Jokowi lagi?, timpalnya.
Ia menyebut bahwa para pendukung Jokowi yang kerap disebut Termul kini seperti kehilangan arah dan pegangan politik.
Termul-termul udah mulai kehilangan induk, beras raskin juga udah habis di gudang, tandasnya.
Di sisi lain, Mahfud MD sebelumnya mengungkapkan dugaan adanya markup besar dalam proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung yang membuat biaya per kilometer di Indonesia mencapai 52 juta dolar AS, jauh lebih mahal dibandingkan 17 hingga 18 juta dolar AS di China.
Naik tiga kali lipat kan? Ini siapa yang naikkan, uangnya ke mana?, ujar Mahfud pada Kamis, 16 Oktober 2025.
Mahfud menjelaskan bahwa proyek tersebut awalnya ditawarkan kepada Jepang dengan bunga pinjaman hanya 0,1 persen, namun pemerintah saat itu memilih kerja sama dengan China yang bunganya naik dari 2 persen menjadi 3,4 persen.
Ia menyebut bahwa keputusan tersebut diambil meski sudah ada penolakan dari Menteri Perhubungan saat itu, Ignasius Jonan, yang menilai proyek tidak layak secara ekonomi.
Pak Jonan bilang tidak visibel, akhirnya malah dipecat, kata Mahfud, mengutip pernyataan pengamat kebijakan publik, Agus Pambagyo.
Mahfud menambahkan bahwa beban utang proyek kereta cepat terus meningkat, dengan bunga utang tahunan mencapai Rp2 triliun, sementara pendapatan dari tiket hanya sekitar Rp1,5 triliun.
Artinya, negara nombok terus. Kalau begini, rakyat yang dirugikan, tegas Mahfud.
Ia mendukung sikap Menteri Keuangan Purbaya Yudi Sadewa yang menolak pembiayaan proyek kereta cepat menggunakan APBN.
Mahfud juga mengingatkan risiko besar jika Indonesia gagal membayar utang kepada China, dengan mencontohkan kasus Sri Lanka yang kehilangan pelabuhan strategis akibat gagal melunasi pinjaman.
Kalau gagal bayar, jangan-jangan China minta kompensasi wilayah, misalnya di Natuna Utara. Itu berbahaya, melanggar konstitusi kita, tegasnya. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok

