
Repelita Jakarta - Pengamat ekonomi dan politik, Heru Subagia, mempertanyakan pengakuan yang disampaikan oleh Utusan Khusus Presiden Bidang Iklim dan Energi, Hashim Djojohadikusumo, terkait dugaan tawaran suap kepada Presiden Prabowo Subianto.
Dalam pernyataan Hashim yang disampaikan pada 18 Oktober 2025, disebutkan bahwa Prabowo sempat ditawari suap sebesar USD1 miliar atau sekitar Rp16,5 triliun oleh pihak yang tidak disebutkan identitasnya.
Heru menilai bahwa narasi tersebut tampak seperti rekayasa atau dialog imajiner yang seolah-olah menggambarkan bahwa semua bentuk korupsi besar dapat ditindaklanjuti secara tegas oleh pemerintah.
Ia menyebut bahwa cerita tersebut merupakan sampel yang digunakan Hashim untuk menunjukkan bahwa Prabowo adalah sosok yang mampu menolak godaan korupsi dalam skala besar.
Menurut Heru, Hashim ingin menegaskan bahwa Prabowo adalah pihak yang pernah menjadi target suap, namun berhasil menolaknya secara langsung.
Meski demikian, Heru mengajukan sejumlah pertanyaan penting terkait validitas dan konsekuensi hukum dari pengakuan tersebut.
Ia mempertanyakan siapa sebenarnya pihak yang menawarkan suap kepada Presiden Prabowo dan dalam konteks kasus apa tawaran tersebut dilakukan.
Heru juga menyoroti apakah cerita tersebut memiliki konsekuensi hukum yang dapat ditindaklanjuti secara positif oleh aparat penegak hukum.
Ia menilai bahwa jika cerita tersebut dianggap sebagai fakta, maka tawaran suap senilai Rp16 triliun seharusnya sudah masuk dalam kategori pelanggaran hukum yang terang-terangan.
Menurutnya, tindakan tersebut dapat diklasifikasikan sebagai bentuk gratifikasi yang memiliki implikasi hukum dan harus ditindaklanjuti oleh lembaga yang berwenang.
Namun hingga saat ini, identitas pihak yang disebut sebagai penyuap masih belum jelas dan tidak diungkap secara rinci oleh Hashim.
Heru menegaskan bahwa selama informasi tersebut tetap samar, maka sulit untuk memastikan apakah cerita itu dapat dijadikan dasar hukum untuk proses penyelidikan lebih lanjut.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

