Repelita Jakarta - Komika Pandji Pragiwaksono menjadi sorotan publik setelah materi lawasnya dalam pertunjukan stand up comedy dianggap menyinggung adat masyarakat Toraja.
Kronologi bermula dari beredarnya potongan video pertunjukan Mesakke Bangsaku yang digelar pada tahun 2013.
Dalam video tersebut, Pandji membahas tradisi pemakaman Rambu Solo yang dijalankan oleh masyarakat Toraja.
Ia menyebut bahwa banyak warga Toraja jatuh miskin karena memaksakan diri menggelar pesta kematian yang dianggap mahal.
Pandji juga menyampaikan bahwa jenazah yang belum dimakamkan dibiarkan terbaring di ruang tamu, bahkan di depan televisi.
Komentar tersebut disampaikan dalam format komedi dan disambut tawa penonton saat itu.
Namun, setelah video itu diunggah ulang oleh akun media sosial pada Senin, 3 November 2025, reaksi keras pun muncul dari masyarakat Toraja.
Ketua Perhimpunan Masyarakat Toraja Indonesia (PMTI) Makassar, Amson Padolo, menyampaikan keberatan atas materi tersebut.
Ia menilai bahwa Pandji sebagai tokoh publik tidak seharusnya menjadikan adat Toraja sebagai bahan lelucon.
Amson juga membantah pernyataan Pandji yang menyebut jenazah disimpan di ruang tamu atau depan televisi.
“Ada dua hal yang membuat kami terluka. Pertama, pernyataannya bahwa banyak warga Toraja jatuh miskin karena pesta adat. Kedua, anggapan bahwa jenazah disimpan di ruang tamu atau depan TV. Itu tidak benar dan sangat menyinggung,” ujar Amson pada Minggu, 2 November 2025.
Menanggapi kecaman tersebut, Pandji menyampaikan permintaan maaf melalui akun Instagram pribadinya pada Selasa, 4 November 2025.
Ia mengaku telah berdialog dengan Rukka Sombolinggi, Sekjen Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), dan menyadari bahwa leluconnya bersifat ignorant.
Pandji menyatakan kesiapannya untuk menjalani dua proses hukum sekaligus, yakni hukum negara dan hukum adat.
Ia menyebut bahwa penyelesaian secara adat hanya dapat dilakukan di Toraja dan akan berusaha memenuhi proses tersebut.
Dalam pernyataannya, Pandji juga berharap agar para komika tetap mengangkat nilai budaya dalam karya mereka, namun dengan cara yang lebih bijak dan menghormati.
Ia menegaskan bahwa keberagaman Indonesia adalah kekayaan yang harus dijaga, dan pembicaraan tentang SARA harus dilakukan dengan penuh tanggung jawab. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok

