
Repelita Surabaya – Seorang aktivis dari organisasi nirlaba yang bergerak di bidang pemberantasan narkoba di Jawa Timur pernah menangani kasus pecandu narkoba yang hidupnya sangat memprihatinkan.
Pecandu tersebut akhirnya hidup seorang diri di rumah karena keluarganya tidak sanggup lagi tinggal bersamanya. Ia telah kehilangan akal sehat dan tidak mampu melepaskan diri dari jeratan narkoba.
Kondisi kecanduan yang parah membuatnya mengalami sakau hanya dalam satu hari tanpa konsumsi. Gejala sakau yang dialami berupa kecemasan berlebihan hingga paranoid. Satu-satunya jalan yang diyakininya untuk keluar dari kondisi itu adalah kembali mengonsumsi narkoba.
Dengan kondisi kejiwaan yang tidak stabil dan fisik yang melemah, produktivitasnya menurun drastis. Ia kehilangan penghasilan dan tidak memiliki uang. Jalan terakhir yang ditempuh adalah menjual barang-barang yang ada di rumah.
Setelah semua barang habis dijual, ia bahkan menjual bagian-bagian rumah seperti jendela dan pintu. Cerita ini disampaikan oleh sang aktivis sebagai peringatan bahwa narkoba sangat berbahaya, terutama ketika telah mencapai tahap kecanduan.
Kasus terbaru yang menjadi sorotan adalah penangkapan Leonardo Arya alias Onad, seorang artis dan pesohor, oleh tim Reserse Narkoba Polres Metro Jakarta Barat.
Polisi menyampaikan bahwa Onad diduga menjadi korban dari peredaran dan penggunaan narkoba. Kasus ini menjadi pelajaran bahwa bahaya narkoba mengintai siapa saja tanpa memandang latar belakang.
Penangkapan Onad dan kasus-kasus sebelumnya menunjukkan bahwa narkoba masih menjadi persoalan serius yang mengancam bangsa. Selain menyiksa korban, peredaran narkoba juga menghambat program besar pemerintah menuju Indonesia Emas 2045.
Narkoba menjadi duri dalam upaya melahirkan generasi unggul yang cerdas dan berkarakter untuk menyongsong 100 tahun kemerdekaan Indonesia.
Dampak narkoba tidak hanya merusak fisik, tetapi juga mental. Mereka yang menjadi korban tidak bisa diharapkan memikul tanggung jawab besar membangun bangsa. Sebaliknya, mereka menjadi beban yang harus disembuhkan bersama.
Proses pemulihan dari kecanduan narkoba memerlukan waktu panjang dan biaya besar. Rehabilitasi tidak hanya menyita waktu korban, tetapi juga menguras tenaga dan dana keluarga.
Presiden Prabowo Subianto memberikan perhatian khusus terhadap persoalan narkoba. Selain memperkuat regulasi dan penegakan hukum, Presiden juga menekankan pentingnya kampanye kesadaran masyarakat tentang bahaya narkoba.
Pemerintah menilai narkoba sebagai ancaman berat karena telah menelan 3,3 juta korban di Indonesia.
Dalam konteks masa depan bangsa, generasi muda menjadi tumpuan harapan. Namun, mereka juga menjadi sasaran empuk bagi pengedar dan produsen narkoba.
Oleh karena itu, pembentengan terhadap generasi muda sangat penting agar mereka tidak terjerat dalam jaringan pengedar. Upaya ini juga akan mempersempit ruang gerak para pelaku peredaran narkoba.
Salah satu penyebab utama seseorang terjerumus dalam narkoba adalah salah pergaulan. Maka, penting bagi anak muda untuk selektif dalam memilih lingkungan sosial.
Namun, lebih penting lagi adalah membentuk ketahanan mental agar tidak mudah tergoda mencoba barang haram yang dampaknya tidak diketahui.
Dari berbagai kasus, banyak anak muda yang terjerat narkoba karena awalnya hanya coba-coba. Pengedar biasanya memberikan narkoba secara gratis kepada calon korban.
Inilah titik kritisnya. Ketika seseorang tidak memiliki benteng mental yang kuat, ia akan menerima tawaran itu.
Beberapa pecandu mengaku bahwa pengedar rela "bakar modal" dengan memberikan narkoba secara cuma-cuma. Setelah dua kali mencoba dan merasakan efeknya, korban menjadi penasaran dan ingin mencoba lagi.
Saat korban mulai merasa butuh, pengedar tidak akan memberi secara gratis lagi. Dorongan untuk merasakan kenyamanan semu membuat korban rela mengeluarkan uang berapa pun demi mendapatkan narkoba.
Akhirnya, pengedar tidak perlu lagi mencari mangsa. Mereka hanya menunggu pesanan dari pecandu yang sudah kecanduan.
Kunci utama untuk mencegah anak muda terjerumus adalah kolaborasi dan tanggung jawab bersama. Setidaknya ada dua institusi utama yang harus aktif, yaitu keluarga dan sekolah.
Di lingkungan rumah, kepedulian seluruh anggota keluarga sangat penting. Ini bukan hanya tugas orang tua, tetapi juga saudara kandung.
Kebiasaan saling mendengarkan dalam keluarga, meskipun terlihat sepele, memiliki dampak besar dalam menjaga anak tetap berada di jalur yang benar.
Keluarga harus menjadi tempat yang nyaman dan aman bagi anak, agar mereka tidak mencari pelarian di luar rumah yang bisa menjebak mereka dalam lingkaran narkoba.
Di sekolah, seluruh tenaga kependidikan, mulai dari guru, staf administrasi, hingga petugas keamanan dan kebersihan, harus menunjukkan kepedulian terhadap siswa.
Guru memiliki peran utama dalam menyelamatkan generasi muda. Namun, siswa juga bisa saling peduli dan membantu temannya yang menunjukkan gejala mencurigakan.
Semua bentuk kepedulian itu harus dilandasi kasih sayang, bukan untuk menghakimi.
Program guru wali yang mulai diterapkan di jenjang SMA dan SMK sebaiknya juga diterapkan di SMP.
Dengan sistem ini, seorang guru mendampingi sekitar 20 siswa sejak kelas 10 hingga lulus.
Model ini memungkinkan guru membangun komunikasi intensif dengan siswa dan orang tua, sehingga kolaborasi antara sekolah dan keluarga bisa berjalan efektif.
Kolaborasi ini menjadi benteng terbaik untuk melindungi generasi muda dari bahaya narkoba.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

