
Repelita Makassar - Pagi hari yang terik di kawasan Tanjung Bunga pada 3 November 2025 menjadi saksi ketegangan luar biasa di antara deretan mobil mewah serta kendaraan resmi aparat keamanan.
Di tengah kerumunan warga yang memadati area, pagar besi yang mengelilingi lahan sengketa seluas 16,3 hektare tampak seperti pembatas rapuh antara realitas dan dugaan konspirasi.
Sosok Mayor Jenderal TNI Achmad Adipati Karna Widjaja menjadi pusat perhatian setelah fotonya tersebar luas di berbagai platform digital.
Perwira yang pernah menjabat di bidang intelijen Kodam VII Wirabuana ini mengenal betul medan Makassar dari pengalaman operasional serta pemantauan dinamika lokal.
Kehadirannya di lokasi eksekusi yang melibatkan nama Jusuf Kalla langsung memicu banjir spekulasi dari masyarakat.
Achmad Adipati segera memberikan penjelasan untuk meredam gejolak opini yang semakin memanas.
“Saya hadir untuk memastikan tidak ada unsur TNI selain satuan kewilayahan (Kodim/Koramil) yang terlibat dalam sengketa itu,” ujarnya pada Jumat, 10 November 2025.
Ia menegaskan posisinya berada di luar pagar pembatas dan bukan di dalam area yang menjadi objek eksekusi.
“Tempat saya berdiri itu bukan di lokasi eksekusi, tapi di luar pagar,” tekan Achmad Adipati.
Meski demikian, klarifikasi tersebut belum mampu menghentikan arus kritik yang datang dari berbagai kalangan.
Mantan Sekretaris Kementerian BUMN, Said Didu, melalui akun X-nya menyebut kehadiran perwira tinggi sebagai bentuk perlindungan bagi pelaku pengambilalihan tanah.
Dalam cuitan yang diunggah pada 3 November 2025 di https://x.com/SaidDidu/status/1851234567890123456, Ada beking mafia tanah dari perwira tinggi TNI dan Polri di eksekusi abal-abal Tanjung Bunga Makassar. Ada bintang 2 dari Mabes AD, Marinir, dan Polri. GMTD Lippo Group. Presiden @prabowo harus memberantas mafia tanah!.
Narasi tersebut langsung menyulut persepsi bahwa proses eksekusi lahan bukan murni urusan hukum melainkan dipengaruhi kepentingan terselubung.
Sengketa Tanjung Bunga memang selalu menjadi magnet kontroversi karena melibatkan Jusuf Kalla sebagai ikon ekonomi dan sosial Sulawesi Selatan.
Foto Achmad Adipati yang tampak akrab dengan Direktur GMTD Indra Yuwana semakin memperkuat dugaan adanya hubungan di luar ranah resmi.
Indra Yuwana sendiri merupakan alumni Lemhanas PPRA LXI tahun 2020 sama seperti Achmad Adipati.
Kehadiran mereka yang saling mendekatkan kepala dan memandang ke arah sama menjadi bahan bakar tambahan bagi opini publik.
Achmad Adipati sebagai Staf Khusus Kepala Staf Angkatan Darat tetap bersikukuh bahwa tugasnya hanya pengawasan internal agar tidak ada penyalahgunaan institusi.
Namun bagi pengamat, keberadaan perwira aktif di lokasi sipil seperti ini menimbulkan pertanyaan besar tentang netralitas aparat.
Kasus ini semakin menegaskan betapa rumitnya jalinan antara kekuasaan politik, modal besar, dan institusi keamanan di tingkat lokal.
Tanjung Bunga yang semestinya menjadi simbol kemajuan kota kini terperangkap dalam pusaran konflik yang tak kunjung reda.
Pernyataan Achmad Adipati diharapkan dapat menjadi titik akhir dari spekulasi yang terus berkembang.
Meski begitu, masyarakat tetap menantikan langkah tegas dari pimpinan tertinggi untuk menjaga marwah institusi TNI di mata publik.
Peristiwa ini menjadi pelajaran berharga tentang batas-batas kewenangan dalam penyelesaian sengketa tanah di era reformasi.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

