Repelita Jakarta - Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung atau Whoosh kembali menjadi sorotan publik setelah muncul kritik tajam terhadap kebijakan Presiden ke-7 RI Joko Widodo yang dinilai keliru dan menyebabkan beban utang negara semakin membengkak.
Politikus PDI Perjuangan Ferdinand Hutahaean menyatakan bahwa proyek Whoosh lahir dari ambisi pribadi Jokowi, bukan berdasarkan kebutuhan riil masyarakat, sehingga tidak layak disebut sebagai investasi sosial maupun bentuk pelayanan publik.
Dalam pernyataannya yang disampaikan melalui program Interupsi di iNews pada Sabtu, 1 November 2025, Ferdinand menegaskan bahwa kereta cepat bukanlah kebutuhan mendasar masyarakat, berbeda dengan transportasi umum seperti Transjakarta yang tetap disubsidi karena fungsinya vital.
Ia mencontohkan bahwa meskipun Transjakarta mengalami kerugian, subsidi tetap diberikan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta karena transportasi tersebut memenuhi kebutuhan harian warga.
Ferdinand mengkritik pernyataan Jokowi yang menyebut proyek Whoosh sebagai investasi sosial, dan mempertanyakan logika di balik pernyataan tersebut karena proyek ini sejak awal dirancang sebagai kerja sama bisnis antar perusahaan.
Menurutnya, jika proyek Whoosh memang didesain untuk merugi, maka publik berhak mengetahui bagaimana Jokowi meyakinkan Presiden China Xi Jinping untuk mendanai proyek tersebut.
Ferdinand menyebut bahwa klaim Jokowi soal investasi sosial tidak sejalan dengan skema bisnis to business (B to B) yang menjadi dasar proyek Whoosh, sehingga menimbulkan pertanyaan besar tentang transparansi dan akuntabilitas.
Sebelumnya, Jokowi menyampaikan bahwa pembangunan Whoosh merupakan solusi atas kemacetan parah yang telah berlangsung selama puluhan tahun di wilayah Jabodetabek dan Bandung, serta menyebut kerugian ekonomi akibat kemacetan sebagai alasan utama pembangunan.
Namun pernyataan tersebut dinilai tidak cukup menjelaskan alasan pembengkakan biaya proyek dan beban utang yang kini harus ditanggung oleh pemerintah.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

