
Repelita Jakarta - Pegiat media sosial Herwin Sudikta menanggapi pernyataan Kapolda Metro Jaya Irjen Asep Edi Suheri yang menyebut bahwa Roy Suryo dan sejumlah tokoh lainnya dianggap menyesatkan publik terkait tudingan ijazah palsu Presiden ke-7 RI, Jokowi.
Herwin menyatakan bahwa dirinya tidak melihat adanya kesalahan dalam mempertanyakan dokumen publik, terutama yang berkaitan dengan pejabat negara.
“Saya tidak tersesat, cuma pengen lihat ijazah aslinya,” ujar Herwin pada Minggu 9 November 2025.
Ia mempertanyakan logika tudingan bahwa publik tersesat hanya karena ingin mendapatkan kejelasan atas dokumen resmi.
“Tersesatnya di mana, ya?” ucapnya dengan nada heran.
Menurut Herwin, mempertanyakan keaslian dokumen seorang pejabat publik bukanlah pelanggaran, melainkan hak warga negara untuk mengetahui informasi secara transparan.
“Masak salah nanya soal dokumen seorang pejabat publik?” tegasnya.
Herwin juga menyarankan agar pemerintah atau pihak terkait tidak bersikap reaktif terhadap permintaan publik yang menginginkan keterbukaan informasi.
“Kalau memang asli, tunjukkan saja. Kalau memang sah, buktikan terang,” sesalnya.
Ia menambahkan bahwa kebingungan publik justru muncul karena minimnya transparansi dari pihak yang berwenang.
“Yang bikin publik bingung bukan karena terlalu banyak hoaks, tapi karena terlalu sedikit transparansi,” tutupnya.
Sebelumnya, Polda Metro Jaya menetapkan delapan orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan penyebaran isu ijazah palsu Presiden Jokowi.
Kapolda Metro Jaya Irjen Asep Edi Suheri menjelaskan bahwa para tersangka dibagi ke dalam dua klaster berbeda berdasarkan peran dan keterlibatan mereka.
Lima orang masuk dalam klaster pertama, sementara tiga lainnya tergolong dalam klaster kedua.
“Untuk klaster kedua, ada tiga orang yang kami tetapkan sebagai tersangka antara lain atas nama RS, RHS, dan TT,” ujar Asep dalam konferensi pers pada Jumat 7 November 2025.
Ia menyebut bahwa penetapan tersangka dilakukan setelah penyidik menggelar perkara dengan pendekatan ilmiah dan menyeluruh.
Dari hasil penyelidikan, penyidik menemukan adanya penyebaran tuduhan palsu dan manipulasi dokumen yang dilakukan dengan metode yang tidak dapat dipertanggungjawabkan secara akademik.
“Penyidik menyimpulkan bahwa para tersangka telah menyebarkan tuduhan palsu dan melakukan edit serta manipulasi digital terhadap dokumen ijazah dengan metode analisis yang tidak ilmiah dan menyesatkan publik,” tandas Asep.
Klaster pertama terdiri atas Ketua Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) Eggi Sudjana (ES), Anggota TPUA Kurnia Tri Royani (KTR), dan pengamat hukum serta politik Damai Hari Lubis (DHL).
Selain itu, mantan aktivis 1998 Rustam Effendi (RE) dan Wakil Ketua TPUA Muhammad Rizal Fadillah (MRF) juga termasuk dalam klaster pertama.
Adapun klaster kedua mencakup mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Roy Suryo (RS), ahli digital forensik Rismon Hasiholan Sianipar (RHS), serta dokter Tifauzia Tyassuma alias dr. Tifa (TT).(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

