Breaking Posts

-->
6/trending/recent

Hot Widget

-->
Type Here to Get Search Results !

Feri Amsari Soroti Kabinet Gemuk dan Dominasi Figur Jokowi, Efisiensi Terkubur dalam Balas Budi Kekuasaan

Repelita Nasional - Pakar hukum tata negara Feri Amsari menyampaikan kritik terhadap struktur kabinet yang dibentuk pada awal masa pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.

Ia menilai bahwa formasi kabinet tersebut menunjukkan kecenderungan politik pembagian kekuasaan yang tidak mencerminkan prinsip efisiensi dalam pemerintahan.

Dalam tayangan di kanal YouTube resminya, Feri mengungkapkan bahwa jumlah pejabat dalam kabinet kali ini merupakan yang terbesar sejak era reformasi.

Ia menyebut bahwa komposisi tersebut bahkan melebihi kabinet 100 menteri di masa Presiden Soekarno.

Feri merinci bahwa terdapat tujuh menteri koordinator, 41 menteri, 55 wakil menteri, dan lima pejabat setingkat menteri.

Menurutnya, jumlah tersebut bukan cerminan dari banyaknya pekerjaan yang harus diselesaikan, melainkan bentuk pembagian kursi kekuasaan.

Ia menilai bahwa struktur kabinet yang sangat gemuk itu menunjukkan adanya indikasi politik balas jasa kepada pihak-pihak yang berperan dalam kemenangan pemilu.

Feri menyebut bahwa banyak posisi strategis diisi oleh loyalis dan orang-orang dekat Presiden Joko Widodo.

Hal tersebut menunjukkan bahwa pengaruh Jokowi masih sangat kuat dalam pemerintahan baru.

Ia mengungkapkan bahwa sekitar separuh dari menteri yang pernah menjabat di era Jokowi kini kembali duduk di kabinet Prabowo.

Tercatat ada sekitar 17 nama yang kembali masuk, belum termasuk wakil menteri.

Menurutnya, angka tersebut cukup signifikan untuk menunjukkan keberlanjutan pengaruh Jokowi.

Feri juga menyoroti sikap Jokowi yang tetap aktif di ruang publik meski telah lengser dari jabatan presiden.

Ia menilai bahwa keterlibatan mantan presiden dalam berbagai isu, termasuk yang bersifat teknis, berpotensi mengaburkan batas antara pemerintahan lama dan pemerintahan baru.

Menurutnya, seorang mantan kepala negara seharusnya memberikan ruang sepenuhnya kepada penerusnya untuk memimpin.

Namun dalam kasus ini, Feri melihat adanya kecenderungan untuk tetap mengatur ritme kekuasaan meski tidak lagi menjabat secara formal.

Ia juga mengkritik kebijakan efisiensi yang dijalankan oleh Presiden Prabowo, terutama terkait penghematan alat tulis kantor (ATK).

Kebijakan tersebut dinilai kontradiktif dengan penambahan jumlah jabatan di kementerian.

Menurutnya, efisiensi seharusnya dimulai dari struktur kekuasaan.

Setiap posisi baru berarti tambahan anggaran untuk gaji dan operasional.

Feri menyebut bahwa pembentukan banyak jabatan baru justru memboroskan anggaran negara dan menunjukkan ketidakkonsistenan arah kebijakan.

Ia menilai bahwa langkah tersebut tidak sejalan dengan semangat efisiensi yang diklaim oleh pemerintah.

Terkait regulasi yang mengatur struktur pemerintahan, Feri menilai bahwa Undang-Undang Kementerian Negara sudah tidak memadai untuk mengatur postur kabinet yang semakin kompleks.

Ia mengusulkan agar dibuat Undang-Undang Lembaga Kepresidenan yang secara khusus mengatur batas jumlah kementerian, pembagian tugas, dan pembatasan kekuasaan presiden.

Menurutnya, tanpa adanya pembatasan yang jelas, presiden berpotensi membentuk kabinet sebanyak mungkin atas dasar kepentingan politik.

Padahal, esensi dari kekuasaan adalah adanya pembatasan yang tegas dan transparan.

Sebagai penutup, Feri menegaskan bahwa reformasi hukum dan tata kelola pemerintahan harus dijalankan dengan kesadaran politik yang tinggi agar tidak hanya menjadi formalitas belaka.

Ia mengingatkan bahwa tanpa pembatasan kekuasaan dan transparansi, pemerintahan yang besar justru berisiko berjalan lambat dan tidak efektif.(*)

Editor: 91224 R-ID Elok

Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

-->

Below Post Ad

-->

Ads Bottom

-->
Copyright © 2023 - Repelita.net | All Right Reserved