
Repelita Jakarta – Kasus dugaan investasi bodong yang melibatkan proyek tambang fiktif kembali mencuat ke permukaan.
Kali ini, sorotan tertuju pada seorang dokter spesialis anak berinisial PW yang bertugas di rumah sakit ternama di kawasan Jakarta Selatan.
Kuasa hukum korban, Mohammad Syarifudin Abdillah, mengungkapkan bahwa PW diduga terlibat dalam proyek fiktif yang dikendalikan oleh ayah kandungnya sendiri, berinisial W.
Kasus ini bermula pada tahun 2008, ketika W menawarkan investasi alat berat untuk proyek pertambangan di wilayah Sungai Danau, Kalimantan Selatan.
Korban yang tergiur dengan janji keuntungan sebesar Rp1,5 miliar menyerahkan dana investasi senilai Rp1,25 miliar.
Namun, belakangan diketahui bahwa proyek pertambangan tersebut tidak pernah ada alias fiktif.
Klien kami setelah menyadari proyek ini fiktif, pada saat itu dibuat akta pengakuan utang. Bahkan pernah diberikan cek, tapi ternyata cek kosong.
Abdillah menjelaskan bahwa keterlibatan PW muncul karena ia secara lisan menjamin pengembalian dana investasi di hadapan korban dan saksi.
Secara gentleman agreement, PW menyatakan siap membayar dan menyelesaikan. Ada bukti rekaman Google Meeting, ada bukti pertemuan. Namun hingga hari ini tidak ada penyelesaian, hanya janji-janji.
Dari total kerugian sebesar Rp1,5 miliar, Abdillah menyebut baru ada beberapa kali cicilan yang kemudian terhenti.
Sisa utang yang belum dilunasi hingga kini masih berada di atas angka Rp1 miliar.
Abdillah mengaku telah bertemu dengan perwakilan rumah sakit bernama Lia Amalia yang disebut mengetahui persoalan ini.
Sayangnya, sampai hari ini tidak ada respons resmi. Padahal kami percaya institusi sebesar itu menjunjung integritas dan etika serta kredibilitas.
Meski saat ini langkah hukum masih difokuskan pada ranah perdata terkait wanprestasi, Abdillah tidak menutup kemungkinan adanya unsur pidana.
Ia menyebut dugaan penggunaan cek kosong dan penyertaan tindak pidana dapat dikaitkan dengan Pasal 55 KUHP.
Abdillah juga mengungkapkan bahwa pihaknya telah menemukan indikasi adanya korban lain dalam kasus serupa yang diduga melibatkan pihak yang sama.
Selain menempuh jalur hukum, Abdillah berencana melaporkan kasus ini ke Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Dinas Kesehatan DKI Jakarta.
Langkah ini diambil agar persoalan tersebut menjadi perhatian dalam konteks etika profesi dan pengawasan terhadap tenaga medis.
Kami berharap ada itikad baik untuk penyelesaian dan tidak berlarut-larut. Klien kami tetap membuka ruang damai secara kekeluargaan.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

