Repelita Jakarta - Pengamat politik dan ekonomi Heru Subagia menyebut bahwa langkah Ketua Umum Projo, Budi Arie Setiadi, untuk mendekati Presiden Prabowo Subianto berujung pada kegagalan menyeluruh.
Menurut Heru, meskipun Budi Arie telah melakukan berbagai manuver politik, termasuk menghapus gambar Jokowi dari logo Projo dan menegaskan bahwa Projo bukan singkatan dari Pro Jokowi, semua itu tidak berhasil menarik perhatian Prabowo.
Ia menilai bahwa kegagalan tersebut terlihat jelas dari sikap Prabowo yang bahkan enggan menghadiri penutupan Kongres Projo, meski Budi Arie telah berupaya keras membangun posisi tawar politik.
Heru menyampaikan bahwa Budi Arie berusaha mempertahankan relevansi politik Projo di tengah perubahan peta kekuasaan, namun langkah itu tidak membuahkan hasil.
Ia menegaskan bahwa dalam konteks perimbangan kekuatan, Budi Arie dan Projo kalah total dalam mencuri panggung dan perhatian dari Prabowo Subianto.
Heru menggunakan istilah ekstrem untuk menggambarkan manuver tersebut, menyebut bahwa Budi Arie Disebut Gagal ‘Perkosa’ Prabowo, Projo Kini Jadi Gelandangan Politik.
Ia menyatakan bahwa Prabowo menunjukkan kecerdasan dan ketegasan politik dengan tidak memberikan ruang besar bagi Projo, yang dinilai sudah kehilangan relevansi.
Menurut Heru, ketidakhadiran Prabowo dalam penutupan rakernas Projo menjadi simbol penolakan terhadap dominasi relawan tersebut, sekaligus menandai kegagalan total dari strategi Budi Arie.
Ia menyebut bahwa meskipun Projo telah berusaha maksimal, termasuk kemungkinan mengganti logo dan singkatan organisasi agar terlihat mendukung Prabowo, hasilnya tetap nihil.
Heru juga mengungkap adanya rencana ekstrem dalam tubuh Projo, seperti dukungan terhadap Prabowo dua periode tanpa kehadiran Gibran sebagai pendamping.
Ia menilai bahwa langkah tersebut justru memperlihatkan bahwa Budi Arie dan kelompoknya kini kehilangan arah dan kekuatan politik, serta mulai tersingkir dari lingkaran Jokowi maupun Prabowo.
Heru menyampaikan bahwa Projo Kini Jadi Gelandangan Politik, tidak lagi memiliki tempat dalam dua poros kekuasaan utama yang sebelumnya mereka dekati.
Ia mengungkap bahwa kekuatan baru dari relawan yang masih loyal terhadap Jokowi dan Gibran mulai muncul melalui aksi kolektif dan sporadis, dengan membentuk relawan baru bernama Geng Solo.
Menurut Heru, kemunculan Geng Solo menjadi sinyal bahwa Projo akan segera ditendang dari panggung utama kekuasaan, dan Budi Arie akan kehilangan pijakan politik yang selama ini dibangun. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok

