Breaking Posts

-->
6/trending/recent

Hot Widget

-->
Type Here to Get Search Results !

Whoosh Kembali Disorot: Utang Membengkak, Pakar Ungkap Hitung-hitungan dan Solusi Penyelamatan BUMN


Repelita Jakarta - Proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung atau Whoosh kembali menjadi sorotan publik setelah pernyataan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa yang menegaskan bahwa pembiayaan utang proyek tersebut tidak menggunakan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

Meski demikian, perdebatan di ruang digital tetap berlangsung, dengan sebagian pihak menilai proyek ini sebagai kesalahan strategis yang membebani keuangan negara dan menjerat sejumlah Badan Usaha Milik Negara dalam utang besar kepada China.

Peneliti senior dari Institut Studi Transportasi, Deddy Herlambang, dalam wawancara pada Senin 27 Oktober 2025, menyampaikan bahwa fokus diskusi seharusnya bergeser dari polemik ke arah solusi konkret untuk menyelamatkan konsorsium PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia dari ancaman kerugian korporasi.

Deddy menolak anggapan bahwa Whoosh merupakan proyek transportasi paling mahal, dengan membandingkan biaya konstruksi per kilometer antara Whoosh dan proyek MRT Jakarta Fase I dan II.

Ia menjelaskan bahwa biaya pembangunan Whoosh, yang mencakup komponen non-konstruksi seperti pembebasan lahan, akses stasiun, dan instalasi pendukung, justru lebih efisien dibandingkan MRT yang menggunakan jalur bawah tanah dengan biaya jauh lebih tinggi.

Menurut Deddy, akar persoalan keuangan proyek Whoosh bukan terletak pada biaya konstruksi, melainkan pada dinamika nilai tukar dan pembengkakan biaya akibat keterlambatan proyek serta bunga pinjaman dalam mata uang dolar Amerika.

Ia memaparkan bahwa kontrak awal menggunakan kurs Rp13.000 per dolar, sementara pembayaran bunga saat ini dilakukan dengan kurs Rp16.000 per dolar, sehingga selisih nilai tukar tersebut menyebabkan lonjakan utang dari Rp74 triliun menjadi Rp119 triliun.

Selain itu, penundaan proyek akibat pandemi dan kendala pembebasan lahan turut memicu cost overrun sebesar Rp18,2 triliun, yang memperparah beban pinjaman dengan bunga tetap sebesar dua persen.

Deddy menegaskan bahwa Penyertaan Modal Negara yang diberikan kepada BUMN bukanlah bentuk investasi, melainkan modal kerja yang wajib diberikan karena proyek Whoosh merupakan penugasan langsung dari pemerintah, bukan inisiatif mandiri BUMN.

Untuk mengatasi tekanan finansial yang dihadapi konsorsium PSBI, Deddy mengusulkan beberapa langkah strategis, termasuk negosiasi ulang untuk mengubah mata uang pinjaman dari dolar Amerika ke yuan China yang lebih stabil terhadap rupiah.

Ia juga menyarankan perpanjangan tenor pinjaman dari 40 tahun menjadi 60 tahun serta penambahan masa tenggang pembayaran agar nilai angsuran tahunan dapat ditekan dan suku bunga efektif menurun.

Langkah berikutnya adalah memperluas jalur kereta cepat hingga Surabaya sesuai dengan rencana induk perkeretaapian nasional, sehingga Whoosh dapat berfungsi sebagai moda transportasi utama jarak menengah dan jauh.

Dengan perpanjangan rute, tarif dapat disesuaikan dengan harga tiket pesawat, antara Rp1 juta hingga Rp2 juta, yang berpotensi mempercepat pengembalian investasi secara signifikan.

Deddy juga menekankan pentingnya pengembangan pendapatan non-tarif melalui pembangunan kawasan Transit Oriented Development dan Transit Junction Development di sekitar stasiun utama seperti Karawang, Padalarang, dan Tegalluar.

Model bisnis ini diharapkan mampu menciptakan sumber pendapatan baru dari sewa lahan dan aktivitas komersial yang mendukung arus kas PT Kereta Cepat Indonesia China secara berkelanjutan.

Ia menambahkan bahwa meskipun saat ini Whoosh masih menjadi pilihan di antara moda transportasi lain seperti Argo Parahyangan dan jalan tol, pertumbuhan kendaraan pribadi yang mencapai tujuh persen per tahun akan membuat jalur darat jenuh dalam waktu dekat.

Ketika kemacetan meningkat, Whoosh akan bertransformasi dari sekadar alternatif menjadi kebutuhan utama, terutama untuk perjalanan di bawah 1.000 kilometer yang selama ini didominasi oleh penerbangan sipil.

Deddy menutup dengan menyebut bahwa proyek Whoosh tidak hanya memberikan keuntungan mikro, tetapi juga manfaat makro seperti pengurangan kemacetan, efisiensi subsidi bahan bakar, penurunan angka kecelakaan, dan pengurangan emisi karbon.

Ia menyebut bahwa KCIC telah mencatat rata-rata penumpang harian antara 16.000 hingga 21.000 orang, membayar pajak sebesar Rp9,1 triliun, dan menurut Dewan Ekonomi Nasional telah mencetak keuntungan operasional dalam dua tahun pertama, sebuah capaian yang bahkan membutuhkan waktu satu dekade di China.(*)

Editor: 91224 R-ID Elok

Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

-->

Below Post Ad

-->

Ads Bottom

-->
Copyright © 2023 - Repelita.net | All Right Reserved