
Repelita Jakarta - Dugaan praktik korupsi dalam proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung atau Whoosh terus menjadi sorotan publik.
Hingga saat ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum memulai penyelidikan terhadap indikasi mark-up dan dugaan penyimpangan proyek tersebut.
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman, menilai sikap KPK sangat mengkhawatirkan dan menimbulkan keraguan terkait kinerja lembaga antirasuah itu.
"Jadi KPK ini betul-betul ngawur dan nyari enaknya sendiri gitu. (Sudah) Ditugasi, dibayar, digaji negara untuk menangani korupsi lho kok duduk di belakang meja nunggu laporan, itu namanya bukan KPK lagi yang super body," ujar Boyamin kepada Inilah.com, Rabu (22/10/2025).
Boyamin menuturkan kemungkinan adanya mark-up dalam proyek Whoosh memang layak diduga. Pada awalnya, proyek ini direncanakan bekerja sama dengan Jepang, namun akhirnya justru dijalankan bersama pihak China.
"Ujungnya lebih mahal dari volume nilai proyeknya, terus pinjamannya juga lebih mahal dari Jepang. Kenapa diambil kan bisa saat pengambilan keputusan bekerja sama dari perusahaan China itu saja, kan bisa ada dugaan penyimpangan itu," jelasnya.
Selain dugaan mark-up, Boyamin menyoroti kemungkinan adanya pengurangan spesifikasi pada timbunan sepanjang jalur Jakarta-Bandung yang menjadi penopang rel. Ia menekankan hal ini bisa berpotensi menurunkan kualitas proyek.
"Misalnya harus betul-betul terpilih, harus pasir dan batu, tapi ada dugaan tanahnya misalnya atau yang lain-lain. Jadi bukan sekadar perencanaan dan dugaan mark-up, tapi juga bisa jadi pengurangan spesifikasi, itu kan ada dugaan penyimpangan," katanya.
Boyamin menegaskan KPK tidak seharusnya menunggu laporan untuk memulai penyelidikan. Ia menyinggung bahwa KPK bisa bersikap aktif seperti kepolisian dalam menangani kasus yang ditemukan sendiri.
"Artinya yang ditemukan oleh polisi sendiri. Kalau KPK juga mensyaratkan ada pelapor itu ngawurnya bukan main. Di UU Pemberantasan Korupsi atau UU KPK enggak ada syarat itu," ungkapnya.
Ia menambahkan, jika KPK tetap tidak mengambil tindakan, MAKI siap mengajukan praperadilan terhadap lembaga tersebut. Boyamin menilai kewajiban KPK adalah aktif menangani dugaan korupsi tanpa menunggu pihak lain.
"Karena kewajiban dia (KPK) harus menangani, bahkan kalau ditangani pihak lain saja ada halangan diambil-alih gitu, artinya itu KPK harus aktif itu. Dan kalau mensyaratkan kan Pak Mahfud untuk lapor itu ya lebih salah lagi," tuturnya.
Sebelumnya, Mahfud MD melalui video yang diunggah di kanal YouTube pribadinya, Mahfud MD Official, pada 14 Oktober 2025, menyampaikan adanya dugaan penggelembungan anggaran dalam proyek Whoosh.
Menurut Mahfud, biaya per kilometer proyek kereta cepat ini di Indonesia mencapai 52 juta dolar Amerika Serikat, sementara di China hanya 17-18 juta dolar AS, naik hampir tiga kali lipat.
"Ini siapa yang menaikkan? Uangnya ke mana? Naik tiga kali lipat. 17 juta dolar AS ya, dolar Amerika nih, per kilometernya menjadi 52 juta dolar AS di Indonesia. Nah itu mark up. Harus diteliti siapa yang dulu melakukan ini?" kata Mahfud.
Menanggapi hal ini, KPK meminta Mahfud MD untuk menyerahkan laporan resmi terkait dugaan korupsi proyek Whoosh.
"Terima kasih informasi awalnya, dan jika memang Prof. Mahfud ada data yang nanti bisa menjadi pengayaan bagi KPK, maka kami akan sangat terbuka untuk kemudian mempelajari dan menganalisisnya," ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (20/10). (*)
Editor: 91224 R-ID Elok

