Menurut Dian, tanpa keberanian dan visi strategis mantan presiden tersebut, proyek-proyek besar seperti kereta cepat Jakarta–Bandung tidak akan mencapai kemajuan secepat yang terjadi saat ini.
Ia menilai gelombang kritik terhadap proyek strategis nasional sering kali dipicu oleh kepentingan politik tertentu dan bukan karena analisis ekonomi yang objektif.
Dian menegaskan bahwa masyarakat seharusnya melihat manfaat nyata dari hasil pembangunan yang telah dirasakan, bukan sekadar menyoroti beban pembiayaan yang menyertai proses tersebut.
Dalam penjelasannya, ia menambahkan bahwa pembangunan berskala besar membutuhkan pandangan jangka panjang agar manfaatnya dapat dirasakan lintas generasi.
Pernyataan Dian itu kemudian direspons oleh pengamat politik Jhon Sitorus melalui akun X resminya @jhonsitorus.
Dalam unggahannya pada 23 Oktober 2025, Jhon menuliskan, “Masa kalau Jokowi nggak ada, Indonesia jadi tidak punya apa-apa? Ini artinya sebelum Jokowi Indonesia masih zaman Purbakala.”
Cuitan tersebut langsung memicu diskusi luas di media sosial dan membuka perdebatan baru tentang makna sebenarnya dari pernyataan Jubir PSI itu.
Sebagian warganet menilai pandangan Jhon bersifat realistis karena kemajuan bangsa tidak hanya ditentukan oleh satu masa pemerintahan.
Mereka berpendapat Indonesia telah memiliki fondasi ekonomi dan sosial yang kuat jauh sebelum era Jokowi, sementara pihak lain menilai keberanian mengeksekusi proyek besar memang baru terlihat jelas di masa kepemimpinan Jokowi.
Meski perdebatan terus bergulir, baik Dian maupun Jhon menegaskan tidak ada niat saling menjatuhkan.
Dian menyatakan tujuannya adalah mengingatkan publik agar menghargai kerja nyata dari setiap pemerintahan, sedangkan Jhon menutup pernyataannya dengan imbauan agar diskusi publik tetap dijaga dengan nalar kritis dan sikap saling menghormati.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

