
Repelita Jakarta - Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung atau Whoosh yang digagas pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo kembali menuai sorotan tajam.
Perbandingan biaya proyek tersebut dengan proyek serupa di Arab Saudi dinilai menunjukkan adanya dugaan manipulasi anggaran yang mencolok.
Direktur Eksekutif Studi Demokrasi Rakyat (SDR), Hari Purwanto, menyampaikan bahwa perbedaan nilai investasi antara kedua proyek sangat mencolok dan mudah dikenali oleh publik.
Sehingga tidak perlu keilmuan tinggi untuk membandingkannya, bahwa yang tidak memiliki pendidikan saja bisa menilai patut diduga telah terjadi manipulasi.
Hari menyoroti bahwa proyek Whoosh yang hanya memiliki panjang lintasan 142 kilometer justru menelan biaya lebih besar dibandingkan proyek Haramain High-Speed Railway (HHR) di Arab Saudi yang membentang sejauh 1.500 kilometer.
Kereta HHR yang menghubungkan Makkah dan Madinah dibangun dengan anggaran sebesar 7 miliar dolar AS atau sekitar Rp116,2 triliun dengan asumsi kurs Rp16.600 per dolar AS.
Sementara proyek Whoosh menghabiskan dana sebesar 7,27 miliar dolar AS atau setara Rp120,7 triliun.
Hari juga menilai bahwa dugaan manipulasi tidak hanya terlihat dari perbandingan biaya, tetapi juga dari perubahan regulasi yang mengatur proyek tersebut.
Ia merujuk pada perubahan Peraturan Presiden (Perpres) dari Perpres 107 Tahun 2015 menjadi Perpres 93 Tahun 2021 yang memperkuat posisi konsorsium BUMN dalam proyek ini.
Perubahan tersebut mencakup pengalihan kepemimpinan konsorsium dari PT Wijaya Karya (Persero) Tbk ke PT Kereta Api Indonesia (Persero), pembentukan Komite KCJB yang dipimpin oleh Menko Maritim dan Investasi saat itu, Luhut Binsar Pandjaitan, serta penyesuaian skema pendanaan termasuk kemungkinan penggunaan APBN.
Fakta perubahan perpres salah satu bagian dari manipulasi (akal-akalan) Presiden Joko Widodo saat itu. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok

