Repelita Jakarta – Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menjadi sorotan publik setelah secara tegas menolak penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk menanggung sebagian utang proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung (Whoosh) yang dijalankan oleh PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC).
Penolakan tersebut memicu perhatian luas, mengingat proyek Whoosh selama ini telah mendapat kritik dari berbagai kalangan terkait perencanaan dan besarnya utang yang dinilai membebani keuangan negara. Sikap Purbaya dianggap sebagai langkah berani yang berbeda dari pendekatan pejabat sebelumnya.
Gaya komunikasi Purbaya yang santai, spontan, dan lugas turut menjadi pembeda. Ia dikenal dengan pendekatan langsung dan tanpa basa-basi, bahkan sempat dijuluki bergaya “koboi” oleh sejumlah pengamat karena responsnya yang blak-blakan terhadap isu publik.
Contoh gaya komunikasinya terlihat saat ia meminta wartawan mewawancarai Dirjen Bea Cukai dengan nada bercanda, serta saat menanggapi kritik publik secara terbuka tanpa menggunakan bahasa diplomatis. Respons semacam ini, meski kontroversial, mendapat dukungan dari sejumlah netizen yang menilai Purbaya sebagai sosok yang berani membela kepentingan rakyat.
Fenomena tersebut turut ditanggapi oleh mantan Sekretaris Kementerian BUMN, Said Didu, yang menyebut Purbaya sebagai figur profesional. Ia mengaku pernah terlibat dalam pengangkatan Purbaya sebagai Direktur Utama Danareksa dan memahami karakter kerjanya.
Purbaya ini saya dulu yang ikut mengangkat menjadi Dirut Danareksa, jadi saya paham, karakter dia, bukan karakter fighter lho, bukan karakter fighter. Dia karakter pekerja profesional, ujar Said Didu dalam kanal YouTube Official iNews.
Said Didu juga menanggapi spekulasi publik yang mempertanyakan apakah sikap Purbaya merupakan arahan langsung dari Presiden Prabowo Subianto. Ia menyatakan keyakinannya bahwa langkah tersebut memang atas perintah presiden.
Kalau kita tahu begini orang menanyakan, ‘apakah Purbaya ini atas perintah Prabowo?’ Saya menyatakan seribu persen iya, kenapa? karena bukan karakternya Purbaya itu, pungkasnya.
Lebih lanjut, Said Didu menyoroti strategi Presiden Prabowo dalam menempatkan figur-figur kunci di pemerintahan. Ia menyebut empat nama yang menurutnya berperan sebagai “striker” dalam mengawal agenda strategis negara.
Saya pikir kalau kita lihat sekarang, dia (Prabowo) punya empat orang striker yang ada sekarang, satu Sjafrie Sjamsoeddin, yang ditugaskan menertibkan tambang dan kelapa sawit, tuturnya.
Kedua adalah Jampidsus, yang korupsi, yang ketiga adalah Rosan Roeslani, Rosan itu untuk BUMN, yang keempat adalah Purbaya untuk membuka semua kebobrokan yang selama ini ditutupi oleh Sri Mulyani, macam-macam di Bea Cukai, Pajak dan juga Fiskal, tambahnya.
Pernyataan Said Didu menegaskan posisi Purbaya sebagai figur penting dalam pengawasan proyek strategis dan kebijakan fiskal, sekaligus menyoroti dinamika internal pemerintahan dalam upaya memperkuat transparansi dan pengelolaan keuangan negara.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

