
Repelita Jakarta - Angin politik di sekitar kursi Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa, mulai menunjukkan gejala turbulensi yang mengkhawatirkan.
Baru beberapa bulan menjabat, sang ekonom yang dikenal vokal itu dikabarkan tengah menghadapi tekanan terstruktur yang perlahan membatasi ruang geraknya.
Menurut analis intelijen dan geopolitik, Amir Hamzah, sumber tekanan tersebut berasal dari sikap tegas Purbaya yang menolak penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk menalangi utang proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung atau Whoosh.
Sikap tersebut dinilai sebagai bentuk perlawanan terhadap arus kepentingan lama yang selama ini menguasai mekanisme pembiayaan proyek strategis nasional.
Purbaya menolak mekanisme pembiayaan yang selama ini dikelola kelompok pro Luhut, ini jelas benturan kepentingan besar.
Amir menyebut Purbaya sebagai “anak baru” yang terlalu berani karena tidak memiliki dukungan partai maupun basis kuat di parlemen, namun langsung menabrak struktur kepentingan mapan.
Ia menjelaskan bahwa tekanan terhadap Purbaya mulai dijalankan melalui tiga jalur utama: politisasi media, tekanan legislatif, dan isolasi politik di lingkar kabinet.
Media mulai membingkai Purbaya sebagai sosok menteri yang kaku, sulit diajak berkomunikasi, dan tidak sejalan dengan irama kerja kabinet.
Di Senayan, Komisi XI DPR mulai aktif memanggil dan memberikan tekanan terhadap kebijakan fiskal yang dijalankan Purbaya.
Sementara itu, dukungan dari internal kabinet disebut mulai menipis, membuat posisi Purbaya semakin rentan.
Jika Presiden Prabowo menilai Purbaya menjadi beban atau mengganggu stabilitas, reshuffle bisa jadi opsi paling mudah.
Dalam perspektif teknokrat, langkah Purbaya menjaga kehati-hatian fiskal merupakan bentuk integritas dan tanggung jawab terhadap keuangan negara.
Namun di dunia politik, kebenaran teknis tidak selalu sejalan dengan keamanan posisi jabatan.
Purbaya tidak salah secara ekonomi, tapi dalam politik kekuasaan, benar secara teknis belum tentu aman secara politik.
Amir memprediksi bahwa jika tekanan terus berlanjut, Purbaya bisa tersingkir dari kabinet pada awal tahun 2026.
Sebuah ironi bagi sosok yang datang dengan niat menjaga APBN tetap rasional dan sehat.
Kini, di tengah badai politik yang semakin kencang, Purbaya berdiri di persimpangan: tetap bertahan di jalur prinsip atau mencari perlindungan politik agar tidak tergilas oleh kepentingan besar. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok

