
Repelita Lombok Barat - Badan Reserse Kriminal Polri meninjau lokasi bekas tambang emas ilegal yang diduga pernah dikelola oleh warga negara asing berpaspor Cina di Desa Persiapan Belongas, Kecamatan Sekotong, Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat.
Direktur Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri, Brigadir Jenderal Mohammad Irhamni, menyampaikan bahwa aktivitas tambang tersebut telah berhenti sejak hampir satu tahun terakhir.
Dalam kunjungan ke lokasi pada Selasa, 28 Oktober 2025, Irhamni menegaskan bahwa tidak ada lagi kegiatan pertambangan ilegal oleh warga negara Cina di area tersebut.
Ia menjelaskan bahwa para pekerja, termasuk koordinator asal Cina, telah melarikan diri sejak dilakukan penindakan oleh Polres Lombok Barat pada Agustus 2024.
Kini, yang tersisa hanyalah hamparan lahan bekas tambang dengan jejak penggunaan alat berat yang sebelumnya dioperasikan oleh tenaga kerja asing.
Di lokasi tersebut, terlihat beberapa kolam besar yang digunakan untuk menyaring batuan dan tanah guna memperoleh kandungan emas.
Selain itu, terdapat pula bangunan-bangunan bekas tempat tinggal para pekerja yang kini terbengkalai.
Beberapa tenda milik penambang rakyat masih berdiri di sudut-sudut bukit, digunakan untuk aktivitas penambangan skala kecil secara tradisional.
Seorang penambang lokal bernama Muhammad Khairi menyatakan bahwa warga negara Cina yang pernah menambang di sana sudah tidak terlihat sejak akhir 2024.
Menurutnya, sejak awal tahun 2025, tidak ada lagi keberadaan mereka di lokasi tersebut.
Tambang emas itu terletak di atas bukit dengan akses berupa jalan tanah dan berbatu.
Perjalanan menuju lokasi menggunakan kendaraan roda empat memakan waktu sekitar 40 menit dari jalan aspal di wilayah Kecamatan Sekotong.
Sementara dari kawasan Sirkuit Mandalika, jarak tempuhnya hampir dua jam.
Wilayah pertambangan di Sekotong menjadi perhatian publik setelah Komisi Pemberantasan Korupsi mengungkap adanya tambang emas ilegal yang mampu menghasilkan hingga tiga kilogram emas per hari.
Kepala Satuan Tugas Koordinasi Supervisi Wilayah V KPK, Dian Patria, menyebut bahwa tambang ilegal tersebut diduga dikelola oleh tenaga kerja asing asal Cina dengan omzet mencapai Rp1,08 triliun per tahun.
Dian menyebut bahwa lokasi tambang hanya berjarak sekitar satu jam dari Mandalika, menjadikannya sangat strategis.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda NTB, Komisaris Besar FX Endriadi, menyatakan bahwa kasus yang dimaksud telah ditindak oleh Polres Lombok Barat pada Agustus 2024.
Dalam penindakan tersebut, penyidik menyita dua unit dump truk dan satu unit eksavator yang digunakan untuk kegiatan tambang ilegal.
Tambang yang dikelola oleh warga negara Cina itu diduga telah beroperasi selama tujuh bulan sebelum dihentikan.
Endriadi menjelaskan bahwa penyidik telah memeriksa sejumlah saksi, termasuk ahli, untuk mendalami kasus tersebut.
Polisi juga sempat memburu seorang warga negara Cina berinisial HF yang diduga menjadi koordinator tambang ilegal di lokasi tersebut.
Berdasarkan penelusuran bersama pihak Imigrasi, HF diketahui telah meninggalkan Indonesia dan terdeteksi melintas ke Kuala Lumpur.
Penyidik kini tengah berkoordinasi dengan Divisi Hubungan Internasional Polri untuk melacak keberadaan HF di luar negeri.
Selain itu, penyidik juga akan memeriksa sejumlah saksi tambahan guna mengungkap keterlibatan warga negara Indonesia yang diduga berkomplot dengan HF.
Endriadi menambahkan bahwa gelar perkara akan segera dilakukan dalam waktu dekat untuk menentukan langkah hukum selanjutnya (*).
Editor: 91224 R-ID Elok

