Repelita Jakarta - Kekhawatiran sejumlah pihak terhadap dampak keuangan proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung atau Whoosh terhadap negara kini terbukti nyata.
PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC), yang mayoritas sahamnya dimiliki oleh konsorsium BUMN Indonesia melalui PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI), harus menanggung beban pembayaran utang pokok dan bunga kepada kreditur asal Tiongkok dalam porsi terbesar.
Dalam laporan keuangan per 30 Juni 2025 (unaudited) yang dipublikasikan melalui situs resmi PT Kereta Api Indonesia, PSBI mencatat kerugian sebesar Rp4,195 triliun sepanjang tahun 2024.
Kerugian berlanjut pada tahun 2025, di mana dalam enam bulan pertama, PSBI kembali mencatat kerugian sebesar Rp1,625 triliun.
Beban utang dari proyek KCJB diperkirakan akan terus membebani keuangan negara selama beberapa dekade ke depan, mengingat skema pembiayaan yang melibatkan pinjaman jangka panjang.
Sejak awal, proyek ini telah menuai kontroversi, terutama terkait pembengkakan biaya atau cost overrun yang signifikan.
Pemerintah pada masa Presiden Joko Widodo sempat menyatakan bahwa proyek ini akan dibiayai sepenuhnya melalui skema business to business tanpa menggunakan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Namun dalam perjalanannya, pemerintah akhirnya mengucurkan dana APBN untuk menopang proyek tersebut, sekaligus memberikan jaminan atas pinjaman dari China Development Bank, yang memaksa pemerintah merevisi sejumlah regulasi.
Sikap kritis terhadap proyek ini juga pernah disampaikan oleh Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri.
Dalam pernyataannya pada 27 Oktober 2015, Megawati mempertanyakan urgensi pembangunan kereta cepat Jakarta–Bandung dan menilai bahwa pembangunan jalur kereta lebih tepat difokuskan ke wilayah Indonesia Timur.
Kereta cepat, apa benar sudah waktunya? Apa benar untuk keadilan? ujar Megawati saat menghadiri acara di Jakarta Convention Center.
Ia menyarankan agar pemerintah lebih memprioritaskan pembangunan jalur kereta reguler di kawasan timur Indonesia, seperti jalur ganda di luar Pulau Jawa.
Pernyataan tersebut disampaikan tak lama setelah pembentukan perusahaan patungan PT KCIC oleh BUMN Indonesia dan mitra dari Tiongkok.
Pada 21 Januari 2016, Presiden Jokowi melakukan peletakan batu pertama proyek KCJB di Walini, Kabupaten Bandung Barat.
Dalam pernyataannya yang dikutip dari laman Sekretariat Kabinet, Jokowi menegaskan bahwa proyek kereta cepat ini tidak akan menggunakan dana APBN dan tidak akan melibatkan jaminan dari pemerintah.
Ia menyatakan bahwa dana APBN akan difokuskan untuk pembangunan infrastruktur di luar Jawa, seperti jalan tol di Sumatera dan jalur kereta api dari Makassar ke Manado.
Jangan sampai Jawa sentris lah, tetapi Indonesia sentris. Ini yang kita bangun, ujar Jokowi saat itu.
Namun seiring berjalannya waktu, komitmen tersebut berubah. Pemerintah akhirnya memberikan dukungan fiskal dan jaminan atas pinjaman proyek, yang kini menjadi beban keuangan jangka panjang bagi negara dan BUMN yang terlibat.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

