
Repelita Jakarta - Proyek Kereta Cepat Whoosh kembali menjadi sorotan setelah terungkap adanya tekanan finansial akibat utang yang membengkak dan struktur kontrak yang dinilai berisiko tinggi.
Mantan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD, menyampaikan bahwa persoalan utama dalam proyek ini bukan hanya besarnya nilai utang, melainkan juga ranjau kontraktual yang tertanam sejak awal kerja sama.
Ia menyoroti keresahan publik yang meningkat setelah muncul pembahasan mengenai beban bunga utang yang mencapai triliunan rupiah per tahun, sementara pendapatan dari penjualan tiket belum mampu menutupi kebutuhan pembiayaan.
Mahfud merujuk pada sejumlah kajian dan analisis yang menunjukkan bahwa struktur kerja sama antara Indonesia dan China dalam proyek ini tidak sepenuhnya seimbang.
Meski Indonesia memiliki porsi saham yang lebih besar, banyak posisi strategis dalam pengelolaan proyek justru diisi oleh pihak China, termasuk dalam aspek teknik dan keuangan.
Janji penyerapan tenaga kerja lokal juga dinilai belum terealisasi secara optimal, karena sebagian besar posisi manajerial masih diduduki oleh tenaga ahli asing.
Hal ini membuat kontribusi terhadap pengembangan kapasitas sumber daya manusia dalam negeri menjadi terbatas.
Mahfud juga mengangkat temuan dari kajian internasional yang menunjukkan bahwa kontrak pendanaan dari lembaga keuangan China di berbagai negara sering kali memuat klausul kerahasiaan yang ketat.
Klausul tersebut mencakup prioritas pembayaran kepada pemberi pinjaman dan potensi penyitaan aset yang dijadikan agunan apabila terjadi gagal bayar.
Jika pola serupa diterapkan dalam proyek Whoosh, maka risiko strategis terhadap kepentingan nasional harus menjadi perhatian serius.
Tetapi masalahnya, apakah DPR menyimpan dokumen kontrak tersebut? Apakah dokumen kontrak tersebut bisa diakses oleh publik secara utuh?, ungkap Mahfud dalam kanal YouTube Mahfud MD official.
Pertanyaan ini penting karena kabarnya, sesuai dengan kebijakan RRC, banyak hal yang harus dirahasiakan dalam kontrak-kontrak bisnisnya dengan negara-negara lain sehingga sulit untuk diketahui isi detailnya, lanjutnya.
Mahfud menilai bahwa penyelesaian persoalan ini tidak cukup hanya melalui negosiasi finansial, melainkan perlu dilakukan peninjauan menyeluruh terhadap tata kelola proyek.
Pemerintah didorong untuk memastikan bahwa setiap keputusan restrukturisasi tetap berpijak pada kepentingan nasional, khususnya dalam pengelolaan utang dan kelangsungan operasional proyek Whoosh.
Proyek Kereta Cepat Whoosh kini memasuki fase evaluasi ulang oleh publik dan para pemangku kepentingan.
Pembahasan terbuka serta audit mendalam terhadap kontrak dan skema pembiayaan disebut sebagai langkah penting untuk mencegah kerugian jangka panjang bagi negara.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

