Repelita Bandung - Publik menunggu kepastian langkah Presiden Prabowo dalam pembentukan Komisi Reformasi Kepolisian pasca kerusuhan akhir Agustus 2025.
Menurut M Rizal Fadillah, orang semua menunggu kabar tindak lanjut dari rencana Prabowo untuk membentuk Komisi Reformasi Kepolisian.
Ia menyampaikan bahwa respons cepat Presiden atas usulan pentingnya reformasi kepolisian pasca kerusuhan akhir Agustus patut diapresiasi.
Rizal menilai kepolisian kurang profesional, penegakan hukum lemah, serta terdapat dugaan keterlibatan aparat dalam aksi kerusuhan tersebut.
Reformasi menurut Rizal adalah jalan terbaik untuk pembenahan mendasar. Struktur, fungsi, pendidikan, dan kualitas personal menjadi bagian penting dari reformasi.
Ia menyebutkan bahwa konon tim atau komisi sudah terbentuk berjumlah sembilan orang, namun tidak jelas SK dan pelantikannya. Cerita yang beredar hanya dari omon ke omon, dan menurut Rizal omon-nya kurang bertanggung jawab.
Rizal menekankan bahwa Komisi Reformasi Kepolisian harus dimulai dan bahwa tuntutan rakyat atas awal pembuktian adalah penggantian Kapolri Sigit Listyo Prabowo.
Ia menyatakan bahwa penggantian Kapolri merupakan pembuka jalan bagi kelancaran reformasi di dalam tubuh kepolisian. Tanpa penggantian, pintu reformasi akan tertutup rapat.
Rizal menegaskan bahwa benar bahwa reformasi tidak identik dengan ganti Kapolri, tetapi ganti Kapolri adalah reformasi. Ia menekankan dengan analogi, binatang itu bukan kuda, tetapi kuda itu binatang.
Ia juga menekankan bahwa jika reformasi mengambang, lambat, atau dinegosiasi ulang, maka hal ini akan fatal bagi kepercayaan publik pada Presiden Prabowo.
Rizal menambahkan bahwa kebaikan di bidang lain bisa rontok akibat pengabaian atau ketakutan untuk mewujudkan niat baik melakukan reformasi. Menurutnya, nila setitik bisa merusak susu sebelanga.
Ia menegaskan bahwa Reformasi Kepolisian adalah strategis dan mendesak, dan harus menjadi prioritas.
Rizal menyebutkan dampak buruk bagi Prabowo jika agenda reformasi mundur maju, tarik ulur, atau basa basi, antara lain pertama, Prabowo kalah gertak oleh Sigit Listyo yang telah mengerahkan pasukan Tim Transformasi Reformasi, melawan kebijakan, dan membangkang. Pembangkangan ini sukses membuat nyali Prabowo ciut.
Kedua, menurut Rizal, perencanaan Prabowo tidak pernah matang, selalu sporadis dan politis, emosional dan egois, serta tidak mampu menggalang kekuatan nyata atas perencanaan populis. Potensi dukungan rakyat tidak dikelola secara strategis.
Ketiga, Rizal mengingatkan bahwa Prabowo mengulang kesalahan reformasi 1998, mengkhianati amanat keluarga hingga terusir ke Yordania, mengkhianati karakter prajurit hingga dipecat dari tentara, dan mengkhianati prinsip hak asasi dengan menculik aktivis kritis. Komitmen terhadap nilai kejuangan menurut Rizal tidak teguh, sehingga Prabowo dinilainya rapuh.
Rizal menekankan bahwa sebelum terlambat dan berdampak buruk, Prabowo sebaiknya kembali pada konsistensi dan keberanian prima.
Menurut Rizal, Prabowo harus bersama rakyat menjalankan reformasi Kepolisian dan memecat Listyo Sigit sebelum dipecat rakyat.
Ia menegaskan bahwa Prabowo adalah TNI yang tidak boleh kalah nyali oleh polisi.
Rizal menutup pandangannya dengan peringatan agar pertanyaan tajam terus berhenti dijawab dengan ragu, yakni mau reformasi atau tidak, Pak Prabowo. Jawaban ada pada jiwa sang ksatria lembah Tidar, bukan pada raga sang penjaja cinta yang tertukar.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

