
Repelita Jakarta – Komisi Yudisial menjadwalkan pemeriksaan terhadap tiga hakim yang memvonis mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikarsih Lembong dengan hukuman penjara selama empat setengah tahun.
Pemeriksaan dijadwalkan berlangsung pada 28 Oktober 2025 sebagai tindak lanjut atas laporan dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim yang diajukan oleh pihak Tom Lembong.
Anggota sekaligus juru bicara Komisi Yudisial, Mukti Fajar Nur Dewata, menyampaikan bahwa pemanggilan terhadap para hakim dilakukan setelah KY memeriksa Tom Lembong pada Selasa, 21 Oktober 2025.
Adapun hakim yang akan diperiksa adalah Hakim Ketua Dennie Arsan Fatrika, serta dua Hakim Anggota, Purwanto S. Abdullah dan Alfis Setyawan.
Undangan sudah, suratnya sudah dikirim, dan insya Allah tanggal 28 kita akan memeriksa hakim dan mohon perhatiannya kepada Pak Hakim yang berkaitan, yang terkait, mungkin nanti bisa menyiapkan waktunya untuk hadir di Komisi Yudisial, ujar Mukti Fajar, Rabu, 22 Oktober 2025.
Tom Lembong diperiksa oleh KY untuk memberikan klarifikasi dan pendalaman atas laporan yang telah ia ajukan. Komisi Yudisial menyatakan akan menindaklanjuti laporan tersebut secara serius dan berkomitmen untuk menggali informasi lebih lanjut dari pihak terlapor.
Dari hasil pemeriksaan dengan pelapor tadi, kita mendapatkan informasi yang lebih mendalam, lebih meyakinkan Komisi Yudisial untuk kemudian akan menindaklanjuti pemeriksaan pada terlapor atau Majelis Hakim, tuturnya.
Setelah menjalani pemeriksaan, Tom menyampaikan bahwa laporan yang ia ajukan bukan semata-mata untuk kepentingan pribadi, melainkan sebagai bentuk perjuangan menegakkan keadilan atas dugaan penyimpangan dan ketidakadilan yang dilakukan oleh majelis hakim.
Saya sudah bebas berkat abolisi yang diterbitkan oleh Presiden dan pimpinan DPR, tapi sesuai komitmen saya dan tim saya, kami ingin terus memperjuangkan kebenaran dan keadilan bagi semua, bukan hanya bagi diri saya sendiri, kata Tom.
Ia berharap agar proses penanganan laporan dapat berjalan dalam suasana yang kondusif dan dilandasi semangat pembenahan sistem hukum di Indonesia. Menurutnya, akuntabilitas harus menjadi prinsip utama dalam setiap proses hukum yang dijalankan.
Jadi harus ada akuntabilitas dan kami mempunyai niat dan maksud yang sepenuhnya konstruktif, jelasnya.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

