Breaking Posts

-->
6/trending/recent

Hot Widget

-->
Type Here to Get Search Results !

Kemegahan Proyek Whoosh Dihantui Utang Menggunung, Beban Konsorsium BUMN Jadi Sorotan


 Repelita Jakarta – Proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung (KCJB) atau Whoosh merupakan salah satu infrastruktur transportasi yang digadang sebagai simbol kemajuan dan kebanggaan nasional.

Namun, di balik kecepatan dan kemegahannya, proyek ini menyimpan persoalan besar terkait beban finansial yang ditimbulkan, terutama dari sisi utang yang nilainya sangat tinggi.

Proyek ini menjadi sorotan publik karena mengalami pembengkakan biaya yang signifikan sejak awal perencanaan hingga tahap operasional.

Pada awalnya, proyek Whoosh dirancang dengan estimasi biaya sebesar 6,07 miliar dolar AS atau sekitar Rp98 triliun berdasarkan kurs saat ini.

Namun, dalam pelaksanaannya, proyek ini mengalami cost overrun yang cukup besar.

Tambahan biaya tersebut mencapai sekitar 1,2 miliar dolar AS atau setara dengan Rp19,5 triliun.

Dengan adanya pembengkakan tersebut, total investasi proyek Whoosh melonjak menjadi sekitar 7,2 hingga 7,3 miliar dolar AS, atau kurang lebih Rp116 hingga Rp119 triliun.

Sebagian besar dari total investasi ini dibiayai melalui pinjaman dari pihak eksternal.

Sekitar 75 persen dari total pembiayaan, termasuk pembengkakan biaya, berasal dari pinjaman China Development Bank (CDB).

Sementara itu, utang yang menjadi tanggungan konsorsium Indonesia, yaitu PT KCIC yang mayoritas sahamnya dimiliki oleh BUMN, ditaksir mencapai puluhan triliun rupiah.

Utang terkait cost overrun yang harus ditanggung konsorsium Indonesia mencapai 542,7 juta dolar AS.

Pinjaman tersebut berbunga, dengan estimasi biaya bunga tahunan yang harus dibayar konsorsium mencapai hampir Rp2 triliun.

Meskipun utang ini tidak langsung ditanggung oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada tahap awal, beban tersebut tetap berpotensi memengaruhi keuangan negara apabila BUMN yang terlibat mengalami kesulitan pembayaran.

Proyek Whoosh merupakan hasil keputusan strategis yang diambil pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo.

Gagasan pembangunan kereta cepat sebenarnya telah muncul sejak era presiden sebelumnya, namun proyek ini secara resmi dimulai dan direalisasikan di era Presiden Jokowi.

Pada tahun 2015, pemerintah Indonesia memilih China sebagai mitra pelaksana proyek setelah mengungguli tawaran dari Jepang.

Keputusan tersebut menarik perhatian karena China menawarkan skema kerja sama Business to Business (B2B) tanpa jaminan APBN di tahap awal.

Namun, dalam perjalanannya, pemerintah tetap menyuntikkan modal melalui skema Penyertaan Modal Negara (PMN) untuk menutup porsi ekuitas dan sebagian pembengkakan biaya.

Peletakan batu pertama proyek dilakukan pada tahun 2016, dan Whoosh mulai beroperasi secara komersial pada Oktober 2023, keduanya masih dalam masa jabatan Presiden Jokowi.

Meskipun utang proyek ini merupakan tanggungan institusional konsorsium, sorotan publik dan politis kerap diarahkan kepada mantan Presiden Jokowi karena proyek ini dianggap sebagai bagian dari warisan pembangunan era pemerintahannya.

Jokowi sendiri menyatakan bahwa transportasi publik seperti Whoosh harus dipandang sebagai investasi sosial dan solusi untuk mengurangi kerugian ekonomi akibat kemacetan, bukan semata-mata diukur dari keuntungan finansial jangka pendek.

Saat ini, di era pemerintahan berikutnya, persoalan restrukturisasi utang proyek Whoosh dan tantangan keuangan yang menyertainya masih menjadi agenda penting yang harus diselesaikan oleh lembaga terkait, termasuk Danantara.

Langkah ini diperlukan untuk memastikan keberlanjutan proyek tanpa menimbulkan beban tambahan bagi APBN.(*)

Editor: 91224 R-ID Elok

Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

-->

Below Post Ad

-->

Ads Bottom

-->
Copyright © 2023 - Repelita.net | All Right Reserved