Breaking Posts

-->
6/trending/recent

Hot Widget

-->
Type Here to Get Search Results !

Kebocoran Ekspor-Impor Rp1.000 Triliun per Tahun Disebut Terjadi Selama Sepuluh Tahun Pemerintahan Jokowi

 Dana Gelap Rp1.000 Triliun: Sepuluh Tahun Kebocoran Ekspor di Era Jokowi

Repelita Jakarta - Selama satu dekade terakhir, Indonesia disebut mengalami kebocoran potensi penerimaan negara hingga Rp1.000 triliun setiap tahun akibat praktik penyimpangan dalam dokumen ekspor-impor atau yang dikenal sebagai misinvoicing.

Temuan ini diungkap oleh ekonom dan peneliti Lingkar Studi Perjuangan, Gede Sandra, dalam wawancara bersama Margi Syarif melalui sebuah podcast yang tayang baru-baru ini.

Gede menjelaskan bahwa misinvoicing merupakan manipulasi nilai transaksi dalam dokumen ekspor dan impor. Ia menyebut dua bentuk utama praktik tersebut.

Pertama, under invoicing, yaitu pelaporan nilai ekspor yang lebih rendah dari nilai sebenarnya agar beban pajak dan bea keluar menjadi lebih ringan. Kedua, over invoicing, yakni pembesaran nilai transaksi untuk tujuan pencucian uang.

Berdasarkan riset Next Indonesia yang meneliti periode 2013 hingga 2024, praktik ini terjadi secara konsisten dengan nilai rata-rata kebocoran mencapai Rp1.000 triliun per tahun. Jika dikonversi ke mata uang asing, under invoicing mencapai sekitar 40 miliar Dolar AS per tahun, sementara over invoicing sekitar 25 miliar Dolar AS.

Gede menyebut bahwa jika 10 hingga 15 persen dari dana tersebut dapat ditarik kembali, negara berpotensi menambah penerimaan sebesar Rp160 hingga Rp200 triliun per tahun. Ia menambahkan bahwa rasio pajak nasional bisa meningkat dari 10 persen menjadi 11 hingga 12 persen.

Ia menegaskan bahwa temuan ini sebagian besar mencakup masa pemerintahan Presiden Joko Widodo. Ya, periode 10 tahun terakhir itu memang di era beliau, ujar Gede.

Praktik misinvoicing termasuk tindakan ilegal dan telah menjadi perhatian serius dari Perserikatan Bangsa-Bangsa karena dinilai menghambat pertumbuhan ekonomi negara berkembang. Gede menyebut bahwa hal ini menjadi salah satu alasan mengapa pertumbuhan ekonomi Indonesia stagnan di angka 4 hingga 5 persen selama satu dekade.

Ia menjelaskan bahwa praktik tersebut banyak terjadi pada komoditas unggulan seperti batu bara, minyak sawit mentah, logam mulia, dan minyak bumi. Bahkan, dari ekspor limbah logam saja, nilai under invoicing-nya bisa mencapai Rp200 triliun.

Negara tujuan ekspor yang paling sering terlibat dalam praktik ini antara lain Tiongkok, Singapura, Amerika Serikat, Jerman, Jepang, India, Malaysia, Swiss, Korea Selatan, dan Australia.

Terkait deteksi oleh pemerintah, Gede menilai bahwa secara sistem seharusnya praktik ini dapat terpantau. Namun, ia menyebut bahwa sering kali tidak ada tindak lanjut karena kompleksitas birokrasi atau bahkan adanya persekongkolan antara oknum aparat dan pengusaha besar.

Ketika ditanya apakah Presiden Jokowi mengetahui kebocoran sebesar itu, Gede memberikan jawaban yang berhati-hati. Secara struktur, ini tanggung jawab Menteri Keuangan. Kalau Bu Sri Mulyani tidak melapor atau tidak tahu, berarti ada masalah besar di internalnya. Tapi bisa juga semua tahu, hanya tidak ada tindakan, ujarnya.(*)

Editor: 91224 R-ID Elok

Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

-->

Below Post Ad

-->

Ads Bottom

-->
Copyright © 2023 - Repelita.net | All Right Reserved