Repelita Medan - Isu kenaikan harga emas yang disebut sebagai penyebab utama lonjakan inflasi di Sumatera Utara dinilai sebagai bentuk pengalihan perhatian dari kelemahan kepemimpinan Gubernur Bobby Nasution, khususnya dalam menjaga kestabilan harga kebutuhan pokok.
Peneliti dari Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, menjelaskan bahwa meskipun emas memiliki kontribusi terhadap inflasi, baik secara nasional maupun daerah, dampaknya tidak signifikan.
Ia menyebut bahwa berdasarkan data Celios, kategori Perawatan Pribadi dan Jasa Lainnya yang mencakup emas hanya menyumbang 9,59 persen terhadap inflasi tahunan nasional.
Secara keseluruhan, kontribusi emas terhadap inflasi nasional hanya sebesar 0,53 persen, angka yang tergolong kecil jika dibandingkan dengan sektor lain.
Di Sumatera Utara, kategori yang sama mencatat inflasi sebesar 10,17 persen, dengan sumbangan emas terhadap total inflasi hanya sekitar 0,51 persen.
Sebaliknya, sektor bahan makanan, minuman, dan tembakau justru mencatat inflasi jauh lebih tinggi, yakni sebesar 11,38 persen secara tahunan, dengan kontribusi terhadap inflasi total mencapai 3,98 persen.
Jadi, menyebut emas sebagai penyebab utama inflasi di Sumut yang mencapai 5,32 persen, tertinggi dibandingkan 37 provinsi lain di Indonesia, adalah keliru, tegas Huda.
Ia menekankan bahwa faktor utama pendorong inflasi di Sumatera Utara berasal dari lonjakan harga pangan, bukan dari pergerakan harga emas.
Lebih lanjut, Huda menyatakan bahwa kepala daerah seharusnya mampu menjalankan fungsi utama dalam menjaga kestabilan harga kebutuhan pokok masyarakat.
Tugas pemerintah daerah, termasuk Gubernur, adalah menjaga harga pangan. Tapi tampaknya hal itu yang gagal dilakukan oleh Bobby, pungkas Huda.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

