
Repelita Jakarta - Pernyataan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Bahlil Lahadalia, yang meminta agar SPBU swasta tidak memaksakan kehendak terkait kandungan etanol dalam bahan bakar minyak, memicu perdebatan di ruang publik.
Pegiat media sosial Herwin Sudikta menilai bahwa sikap pemerintah dalam hal ini justru menunjukkan ketidakkonsistenan kebijakan.
Ia menyebut bahwa di satu sisi pemerintah meminta SPBU swasta tidak memaksakan formulasi BBM, namun di sisi lain justru pemerintah sendiri mewajibkan seluruh base fuel mengikuti formulasi milik Pertamina yang telah dicampur etanol.
“Di satu sisi, pemerintah (lewat Bahlil) bilang SPBU swasta jangan memaksakan kehendak soal kandungan etanol,” ujar Herwin pada Selasa, 29 Oktober 2025.
“Tapi di sisi lain justru pemerintah yang memaksakan agar semua base fuel harus mengikuti formulasi Pertamina yang sudah dicampur etanol,” lanjutnya.
Herwin menilai bahwa kebijakan tersebut berpotensi menghambat persaingan sehat di sektor energi nasional.
Menurutnya, SPBU swasta seharusnya diberikan ruang untuk menentukan formulasi BBM secara mandiri, selama tetap memenuhi standar mutu dan emisi yang berlaku.
“Padahal, di pasar bebas semestinya SPBU swasta punya hak menentukan formulasi BBM mereka sendiri selama sesuai standar mutu dan emisi,” tegasnya.
Ia menambahkan bahwa jika pemerintah terus memonopoli bahan bakar dasar melalui Pertamina, maka pasar BBM Indonesia tidak lagi bersifat kompetitif.
“Kalau pemerintah mau monopoli base fuel-nya lewat Pertamina, itu berarti pasar BBM bukan lagi kompetitif tapi dikontrol penuh,” pungkasnya.
Sebelumnya, Bahlil menyampaikan bahwa program biodiesel telah berhasil menekan angka impor solar secara signifikan.
Ia menjelaskan bahwa konsumsi solar nasional mencapai 34 hingga 35 juta ton per tahun, namun berkat penerapan program B40 dan B50, jumlah impor dapat ditekan hingga hanya sekitar 4,9 juta ton per tahun.
Keberhasilan tersebut menurutnya akan diterapkan pula pada BBM jenis bensin melalui kebijakan campuran etanol E10 dan E20.
Pemerintah mencatat bahwa konsumsi bensin nasional mencapai sekitar 42 juta ton per tahun, dengan angka impor masih berada di kisaran 22 hingga 23 juta ton.
Bahlil menjelaskan bahwa bahan baku etanol berasal dari komoditas lokal seperti jagung, tebu, dan singkong, sehingga kebijakan ini juga berpotensi mendorong pertumbuhan ekonomi daerah dan membuka lapangan kerja baru.
Terkait polemik kerja sama antara SPBU swasta dan Pertamina dalam penggunaan base fuel bercampur etanol, Bahlil mengingatkan agar pihak swasta tidak memaksakan kehendak dalam kebijakan energi nasional.
Ia menegaskan bahwa pemerintah memahami dinamika sektor energi dan akan menjaga keseimbangan antara kepentingan negara dan dunia usaha.
Dengan gaya khasnya yang santai, Bahlil menyampaikan bahwa pemerintah sudah jauh lebih memahami situasi yang terjadi di lapangan (*).
Editor: 91224 R-ID Elok

