Repelita Jakarta – Praktik penegakan hukum terhadap mantan pemimpin negara yang terlibat korupsi telah dilakukan di sejumlah negara, termasuk Prancis dan Malaysia, dengan vonis penjara yang dijatuhkan kepada tokoh-tokoh penting.
Mantan Presiden Prancis, Nikolas Sarkozy, dijatuhi hukuman lima tahun penjara atas kasus konspirasi dan penggelapan dana kampanye yang menyeret namanya ke meja hijau.
Di Malaysia, mantan Perdana Menteri Najib Tun Razak divonis 12 tahun penjara dan dikenai denda sebesar Rp210 juta karena terbukti melakukan tindak pidana korupsi.
Menanggapi hal tersebut, kader Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Umar Sahadat Hasibuan atau yang dikenal sebagai Gus Umar, menyampaikan pandangannya melalui media sosial X pada Rabu, 22 Oktober 2025.
Di Malaysia ex perdana menteri dipenjara karena korupsi. Prancis ex presiden dipenjara karena korupsi, tulis Gus Umar dalam unggahannya.
Ia membandingkan situasi tersebut dengan kondisi di Indonesia, khususnya terkait penanganan kasus dugaan korupsi kuota haji yang dinilai belum menunjukkan perkembangan signifikan.
Di sini mana berani lakukan ini? wong kasus korupsi quota haji saja gak berani diumumkan @KPK_RI siapa tersangkanya, lanjut Gus Umar dalam unggahan yang sama.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menyampaikan bahwa penyidikan terhadap dugaan korupsi dalam penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji tahun 2023–2024 di Kementerian Agama masih terus berjalan.
Sebagai bagian dari proses tersebut, KPK telah memeriksa lima orang saksi dari perusahaan travel haji di Yogyakarta dan satu saksi lainnya di Jakarta pada Selasa, 21 Oktober 2025.
Pemeriksaan bertempat di Polresta Yogyakarta atas nama SA selaku Direktur PT Saibah Mulia Mandiri, MI selaku Direktur PT Wanda Fatimah Zahra, MA selaku Direktur PT Nur Ramadhan Wisata, TW selaku Direktur PT Firdaus Mulia Abadi, dan RAA selaku Direktur PT Hajar Aswad Mubaroq, ujar Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

