Repelita Jakarta - Desakan agar para pihak yang terlibat dalam proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) atau Whoosh dibawa ke meja hijau semakin menguat.
Proyek kerja sama antara Indonesia dan China itu kini menjadi sorotan tajam publik lantaran menanggung kerugian hingga triliunan rupiah.
Beban utang besar kepada China Development Bank (CDB) dengan bunga tahunan dua persen membuat proyek ini kian membebani keuangan negara.
Total investasi pembangunan Whoosh mencapai 7,27 miliar dolar Amerika Serikat atau sekitar Rp120,38 triliun, menjadikannya salah satu proyek infrastruktur paling mahal yang pernah dikerjakan di Indonesia.
Pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul, M. Jamiluddin Ritonga, menegaskan perlunya audit menyeluruh terhadap proyek tersebut untuk menelusuri ke mana aliran dana besar itu digunakan.
“Harus diaudit oleh auditor independen. Hal itu perlu dilakukan agar penggunaan anggaran proyek tersebut terang benderang,” tegas Jamiluddin Ritonga pada Rabu, 22 Oktober 2025.
Ia menilai, hasil audit nantinya akan menjadi dasar hukum untuk menyeret pihak-pihak yang diduga mendapatkan keuntungan pribadi dari proyek yang kini menjadi beban negara itu.
“Siapa pun yang mendapat keuntungan finansial seharusnya ditindak ke ranah hukum,” ujarnya menegaskan.
Seruan audit dan penegakan hukum ini semakin kuat setelah Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Luhut Binsar Pandjaitan, mengakui bahwa proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung sudah bermasalah sejak awal.
Padahal, Luhut sendiri sebelumnya dikenal sebagai pejabat yang paling getol mendukung pelaksanaan proyek tersebut dan memimpin langsung koordinasinya.
Pernyataan itu memicu reaksi keras dari publik yang menilai pemerintah harus bersikap transparan dan menindak siapa pun yang terbukti bermain dalam proyek raksasa tersebut.
Dorongan agar aparat penegak hukum turun tangan juga semakin lantang disuarakan.
Publik menuntut agar proyek Whoosh tidak hanya diaudit, tetapi juga diusut tuntas hingga para pemainnya diseret ke pengadilan jika terbukti menyelewengkan dana negara.
Dengan kerugian besar yang ditanggung, langkah hukum dianggap sebagai satu-satunya cara untuk mengembalikan kepercayaan publik terhadap tata kelola proyek strategis nasional. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok

