Repelita Jakarta - China disebut sebagai pihak yang paling diuntungkan dalam proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung atau Whoosh.
Pernyataan tersebut disampaikan pakar ekonomi politik Ichsanuddin Noorsy dalam dialog Rakyat Bersuara di iNews pada Rabu, 22 Oktober 2025.
Menurut Ichsanuddin, sejak awal proyek Whoosh dijalankan tanpa kejelasan mekanisme antara kerja sama business to business (B2B) atau business to government (B2G). Ia menilai terdapat penyimpangan prosedural dalam penugasan kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Ia menjelaskan bahwa status proyek ini pada dasarnya adalah B2B, namun beban keuangannya justru ditanggung negara karena BUMN ditugaskan secara langsung. Kondisi tersebut, lanjutnya, menimbulkan ketidakjelasan apakah proyek ini murni kerja sama antar perusahaan atau melibatkan pemerintah secara penuh.
"Statusnya sebenarnya B2B, tapi kemudian terkena beban negara karena BUMN ditugaskan. Artinya secara prosedur hal dia menjadi tidak tampak tegas, apakah memang konstruksinya B2B atau B2G, itu kalimat penting di situ," ujar Ichsanuddin.
Selain itu, ia juga menyoroti pergeseran studi kelayakan proyek dari Jepang ke China yang dianggap menyimpan kejanggalan. Menurutnya, terdapat kebocoran informasi dari Jepang yang menguntungkan pihak China.
"Ini ada informasi asimetri, nah informasi asimetri dari Jepang bocor ke China. Siapa yang mau bocorin? Siapa yang memimpin negosiasi begitu dan itu masih ditelusuri lebih dalam," kata Ichsanuddin.
Proyek Kereta Cepat Whoosh Jakarta-Bandung hingga kini masih menjadi perbincangan publik karena persoalan utang yang belum terselesaikan. Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa bahkan menolak penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk membayar utang proyek tersebut yang dikelola oleh PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC).
Utang proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung yang ditanggung melalui konsorsium KCIC mencapai sekitar Rp116 triliun atau setara 7,2 miliar dolar AS. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok

