
Repelita Jakarta - Aktivis 1998 sekaligus akademisi Universitas Negeri Jakarta, Ubedilah Badrun, menyampaikan bahwa lima tokoh penting perlu dimintai keterangan terkait dugaan korupsi dalam proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung atau Whoosh.
Dalam pernyataannya yang disampaikan melalui kanal YouTube Abraham Samad SPEAK UP pada Rabu, 29 Oktober 2025, Ubed menegaskan bahwa akar persoalan proyek tersebut bukan terletak pada negosiasi ulang dengan China, melainkan pada buruknya tata kelola pemerintahan.
Ia menyebut bahwa tidak adanya prinsip good governance dalam proyek tersebut menjadi sumber masalah yang harus dibongkar secara menyeluruh.
Ubed menyatakan bahwa bukan hanya pihak Danantara atau PT KAI yang perlu diperiksa, melainkan juga tim-tim yang melakukan lobi ke China untuk restrukturisasi utang, termasuk sejumlah pejabat tinggi negara.
Menurutnya, memperpanjang jangka waktu pengembalian utang justru akan memperbesar beban negara dalam jangka panjang, apalagi dengan risiko fluktuasi nilai tukar dan bunga pinjaman.
Ia menegaskan bahwa negosiasi dengan China tidak menyentuh akar persoalan, karena dugaan korupsi dalam proses pembangunan proyek Whoosh adalah hal yang harus diusut tuntas.
Berikut lima nama tokoh yang disebut oleh Ubedilah Badrun dan dinilai perlu dimintai pertanggungjawaban:
1. Joko Widodo – Presiden ke-7 RI, disebut sebagai pihak yang menerbitkan peraturan presiden terkait proyek Whoosh dan dinilai perlu dimintai pertanggungjawaban karena proyek berlangsung di masa pemerintahannya.
2. Luhut Binsar Pandjaitan – Menjabat sebagai Ketua Komite Kereta Cepat Jakarta–Bandung, disebut terlibat dalam lobi ke China untuk restrukturisasi utang dan pengambilan keputusan strategis proyek.
3. Rini Soemarno – Menteri BUMN periode 2014–2019, menjabat pada masa awal proyek Whoosh dimulai.
4. Erick Thohir – Menteri BUMN periode 2019–2025, menjabat saat proyek mengalami pembengkakan biaya dan restrukturisasi pembiayaan.
5. Budi Karya Sumadi – Menteri Perhubungan era Jokowi, disebut sebagai pihak yang turut bertanggung jawab atas aspek teknis dan regulasi transportasi dalam proyek tersebut.
Ubed menilai bahwa pembengkakan biaya proyek menjadi alasan kuat untuk memanggil seluruh pihak yang terlibat dalam proses pengambilan keputusan dan pelaksanaan proyek.
Ia menyebut bahwa tim yang berada di balik proyek tersebut menyimpan sesuatu yang harus diungkap melalui proses hukum.
Proyek Whoosh sebelumnya ramai dibicarakan karena nilai utangnya yang mencapai Rp116 triliun atau sekitar 7,2 miliar dolar AS, dan sempat diusulkan untuk dibayar melalui APBN, namun ditolak oleh Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa.
Total investasi proyek ini mencapai Rp120,38 triliun, dengan 75 persen di antaranya berasal dari pinjaman China Development Bank (CDB) dengan bunga tetap sebesar 2 persen per tahun selama 40 tahun.
Pada pertengahan pembangunan, terjadi pembengkakan biaya atau cost overrun sebesar 1,2 miliar dolar AS atau sekitar Rp19,54 triliun, sehingga KCIC kembali menarik utang dengan bunga lebih tinggi, yakni 3 persen.
Pinjaman tambahan dari CDB mencapai 230,99 juta dolar AS dan 1,54 miliar renminbi, setara dengan Rp6,98 triliun, yang digunakan untuk menutup pembengkakan biaya.
Separuh dari pembiayaan tambahan tersebut berasal dari utang, sementara sisanya dari patungan modal antara BUMN Indonesia dan mitra China.
Isu dugaan korupsi dalam proyek Whoosh mencuat setelah pernyataan Mahfud MD dalam kanal YouTube-nya pada 14 Oktober 2025, yang menyebut bahwa biaya pembangunan per kilometer di Indonesia mencapai 52 juta dolar AS, jauh lebih tinggi dibandingkan di China yang hanya sekitar 17 hingga 18 juta dolar AS.
Mahfud menegaskan bahwa informasi tersebut bukan berasal darinya, melainkan dari dua narasumber yang pernah terlibat dalam proyek tersebut dan disiarkan oleh salah satu televisi nasional.
Ia menyebut nama Agus Pambagio dan Anthony Budiawan sebagai pihak yang pertama kali mengungkap dugaan mark up dalam proyek kereta cepat tersebut.
Mahfud mengatakan bahwa ia hanya mengangkat kembali isu tersebut karena sebelumnya tidak mendapat perhatian publik yang memadai.
Ia menyatakan siap memberikan keterangan kepada KPK jika diminta, dan menyebut bahwa seluruh informasi yang ia miliki telah disampaikan secara terbuka dalam podcast miliknya.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menyampaikan bahwa penyelidikan terhadap dugaan mark up proyek Whoosh telah dimulai sejak awal tahun 2025 dan masih terus berproses.
Budi menyebut bahwa KPK sedang menelusuri informasi dan keterangan dari berbagai pihak yang diduga mengetahui peristiwa pidana dalam proyek tersebut.
Ia menegaskan bahwa tidak ada kendala dalam proses penyelidikan, dan meminta publik untuk memberikan ruang dan waktu bagi proses hukum yang sedang berjalan.
Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, juga mengonfirmasi bahwa kasus dugaan korupsi proyek Whoosh telah masuk tahap penyelidikan (*).
Editor: 91224 R-ID Elok

