Repelita Jakarta - Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio mengungkap sejumlah fakta mengejutkan dalam perbincangannya bersama Mahfud MD di kanal YouTube Mahfud MD Official.
Dalam dialog tersebut, Agus memaparkan kronologi perpindahan proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung dari Jepang ke Tiongkok, serta berbagai kejanggalan yang menyertai prosesnya.
Ia menjelaskan bahwa proyek tersebut awalnya ditawarkan oleh Japan International Cooperation Agency pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Tawaran Jepang tidak hanya mencakup kereta cepat, tetapi juga proyek infrastruktur lainnya.
Studi lengkap telah dilakukan untuk rute Jakarta–Surabaya, namun proyek justru berhenti di Bandung dengan pemberhentian di Karawang. Menurut Agus, arah proyek berubah drastis setelah dokumen hasil studi Jepang diserahkan ke pemerintah.
Setelah itu diserahkan ke Bappenas, lalu ke Bu Rini (Menteri BUMN saat itu), dan berlanjut terus. Tiba-tiba proyeknya pindah ke Tiongkok, jelas Agus. Ia menekankan bahwa perubahan tersebut tidak hanya menyangkut mitra, tetapi juga rute, lokasi stasiun, dan skema pembiayaan.
Stasiunnya berubah, dari Manggarai ke Halim. Karawang dihapus, diganti Walini karena perkebunan PTPN VIII harus setor modal. Semua berubah dari rancangan Jepang, tegasnya.
Agus juga menyoroti proyeksi jumlah penumpang dalam proposal Tiongkok yang dinilai terlalu optimistis. Menurutnya, angka 64.000 penumpang per hari tidak realistis karena mengasumsikan seluruh pengguna tol dan kereta biasa akan beralih ke Whoosh.
Dalam perbincangan tersebut, Mahfud MD menanggapi dengan menekankan pentingnya transparansi dan pembelajaran publik. Mari kita banyak bertanya bersama-sama. Ini satu SKS nih, ujar Mahfud sambil menegaskan bahwa diskusi seperti ini penting untuk memahami duduk persoalan hukum dan kebijakan publik.
Agus juga mengungkap bahwa Ignasius Jonan, Menteri Perhubungan saat itu, sempat menyatakan keberatan terhadap masa konsesi proyek yang langsung ditetapkan selama 50 tahun. Ia menilai konsesi seharusnya bertahap agar mudah dikoreksi jika terjadi kesalahan.
Pak Jonan tidak setuju karena konsesinya langsung 50 tahun. Harusnya bertahap, supaya mudah dikoreksi kalau ada kesalahan, ungkap Agus. Tak lama setelah menyampaikan keberatan, Jonan diberhentikan dari jabatannya, yang memicu spekulasi publik terkait sikap kritisnya terhadap proyek tersebut.
Kini, proyek Kereta Cepat Indonesia–China atau Whoosh memang telah beroperasi, namun meninggalkan utang besar sekitar Rp116 triliun. Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan bahwa utang tersebut bukan tanggung jawab APBN dan harus diselesaikan oleh BUMN.
Meski proyek ini menuai polemik, Menteri Koordinator Infrastruktur Agus Harimurti Yudhoyono menyatakan bahwa penyelesaian utang tidak boleh menghambat rencana perpanjangan jalur hingga Surabaya.
Sementara itu, pihak Tiongkok melalui juru bicara Guo Jiakun menyampaikan komitmen untuk terus mendukung keberlanjutan proyek yang dinilai tetap membawa manfaat sosial dan ekonomi bagi Indonesia.
Pernyataan Agus Pambagio dan Mahfud MD menjadi pengingat bahwa proyek strategis nasional harus dijalankan dengan transparansi, kajian yang matang, serta keberpihakan pada kepentingan publik, bukan semata kepentingan politik atau bisnis.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

