Repelita Jakarta - Proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung kembali menjadi sorotan publik setelah Mahfud MD dan pengamat kebijakan publik Agus Pambagio membahas potensi bahaya kontrak rahasia antara Indonesia dan Tiongkok dalam podcast Terus Terang yang tayang di kanal YouTube Mahfud MD Official pada Rabu, 22 Oktober 2025.
Dalam perbincangan tersebut, Agus Pambagio mengungkap hasil studi dari Jerman berjudul China’s Secret Loans to Developing Nations yang meneliti 24 negara penerima pinjaman dari Tiongkok. Ia menyebut bahwa 90 persen dari kontrak yang diteliti bersifat rahasia dan memungkinkan pemberi pinjaman memengaruhi kebijakan ekonomi serta hubungan luar negeri negara penerima.
Dari penelitian itu, 90% kontraknya bersifat rahasia. Peminjam bisa memengaruhi kebijakan ekonomi dan luar negeri negara debitur, bahkan menuntut pengembalian jika ada perubahan hukum, ujar Agus.
Ia menambahkan bahwa 30 persen dari negara-negara dalam studi tersebut juga diminta menyetor agunan yang dipegang langsung oleh pemerintah Tiongkok. Menurutnya, tidak ada kejelasan mengenai apa yang dijaminkan oleh pemerintah Indonesia dalam kontrak tersebut.
Kita tidak tahu apa yang dijaminkan oleh pemerintah kita. Bisa pulau, laut, atau pangkalan, tegasnya.
Menanggapi hal tersebut, Mahfud MD menekankan pentingnya transparansi dalam kontrak antarnegara karena menyangkut kepentingan nasional dan rakyat. Ia menyatakan bahwa DPR harus mengetahui isi perjanjian tersebut agar tidak menimbulkan risiko tersembunyi.
Ini perjanjian antarnegara, DPR harus tahu dong. Kalau kontraknya disembunyikan, itu berbahaya, kata Mahfud.
Ia juga menyoroti keluarnya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 89 Tahun 2023 yang memberikan jaminan pemerintah atas utang swasta. Menurut Mahfud, regulasi tersebut muncul menjelang akhir masa jabatan Presiden Jokowi dan bisa menjadi bentuk antisipasi terhadap potensi masalah dalam proyek swasta yang dibiayai utang.
Menjelang berakhirnya masa jabatan Presiden Jokowi, keluar aturan ini. Jangan-jangan ini antisipasi kalau ada masalah pada proyek swasta yang dibiayai utang, ujar Mahfud.
Padahal, saat perjanjian konsesi proyek ditandatangani pada 16 Maret 2016, Menteri Perhubungan Ignasius Jonan menegaskan bahwa pemerintah tidak mengeluarkan dana APBN dan tidak memberikan jaminan keuangan apa pun.
Namun kini, muncul kekhawatiran bahwa tanggungan proyek bisa beralih ke negara akibat perubahan kebijakan. Proyek senilai 5,5 miliar Dolar AS ini sebelumnya diharapkan menjadi simbol kemajuan transportasi nasional.
Dengan adanya indikasi kontrak rahasia dan potensi pengaruh asing yang besar, Mahfud dan Agus menilai proyek tersebut perlu diaudit secara menyeluruh untuk memastikan tidak ada klausul yang merugikan negara.
Kalau memang ada klausul yang merugikan, KPK harus turun tangan tanpa menunggu laporan, tutup Mahfud MD.
Publik kini menantikan keterbukaan isi kontrak yang selama ini disembunyikan, demi memastikan bahwa kedaulatan ekonomi Indonesia tidak tergadaikan di balik rel cepat menuju modernitas.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

