
Repelita Jakarta - Anggota Komisi VI DPR RI Herman Khaeron mempertanyakan pernyataan Presiden ke-7 RI Joko Widodo yang menyebut proyek Kereta Cepat Indonesia China atau Whoosh sebagai bentuk investasi sosial.
Herman menyoroti bahwa proyek tersebut sejak awal merupakan proyek bisnis yang dikelola oleh konsorsium Badan Usaha Milik Negara, bukan oleh pemerintah secara langsung.
Ia mempertanyakan siapa yang akan bertanggung jawab atas kerugian yang ditimbulkan jika proyek tersebut dipandang sebagai investasi sosial, bukan investasi komersial.
“Kalau investasi sosial, lantas siapa yang bertanggung jawab atas kerugian KCIC dan konsorsium BUMN?” ujar Herman saat dihubungi pada Kamis, 30 Oktober 2025.
Herman menambahkan bahwa Komisi VI DPR RI akan membahas persoalan tersebut bersama Badan Pengelola Investasi Danantara untuk mendapatkan kejelasan lebih lanjut.
Politikus Partai Demokrat itu juga menyatakan dukungannya terhadap langkah Komisi Pemberantasan Korupsi dalam menyelidiki dugaan korupsi pada proyek Whoosh, khususnya jika ditemukan indikasi penggelembungan anggaran.
Ia menegaskan bahwa penanganan kasus tersebut harus dilakukan secara adil dan tidak boleh ada perlakuan tebang pilih terhadap pihak-pihak yang terlibat.
“Siapapun tidak boleh tebang pilih,” tegas Herman.
Proyek kereta cepat Whoosh menjadi sorotan publik karena meninggalkan beban utang yang besar dan dikerjakan pada masa pemerintahan Presiden Jokowi.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD sebelumnya mengungkap dugaan korupsi dalam proyek tersebut melalui kanal YouTube Mahfud MD Official pada 14 Oktober 2025.
Mahfud menyebut bahwa biaya pembangunan proyek Whoosh di Indonesia mencapai 52 juta dollar AS atau sekitar Rp 863 miliar per kilometer, jauh lebih tinggi dibandingkan proyek serupa di China yang hanya menelan biaya 17-18 juta dollar AS per kilometer.
"Naik tiga kali lipat, ini siapa yang menaikkan? Uangnya ke mana?” ujar Mahfud dalam video tersebut.
Komisi Pemberantasan Korupsi melalui Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi, Asep Guntur Rahayu, menyatakan bahwa penyelidikan terhadap dugaan penggelembungan anggaran proyek Whoosh saat ini sudah berjalan.
“Saat ini sudah pada tahap penyelidikan,” kata Asep.
Sementara itu, Presiden Jokowi tetap menyebut proyek Whoosh sebagai investasi sosial yang bertujuan mengatasi kemacetan parah di wilayah Jabodetabek dan Bandung yang telah berlangsung selama puluhan tahun.
Ia menyebut bahwa kerugian negara akibat kemacetan di Jakarta mencapai Rp 65 triliun per tahun, dan jika digabungkan dengan wilayah Jabodetabek dan Bandung, angka tersebut diperkirakan melebihi Rp 100 triliun per tahun.
“Dari kemacetan itu, negara rugi secara hitung-hitungan. Kalau di Jakarta saja sekitar Rp 65 triliun per tahun. Kalau Jabodetabek plus Bandung, kira-kira sudah di atas Rp 100 triliun per tahun,” ujar Jokowi di Mangkubumen, Banjarsari, Kota Solo, pada Senin, 27 Oktober 2025.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

