Repelita Jakarta - Anggota Dewan Ekonomi Nasional, Septian Hario Seto, mengungkap sejumlah alasan mengapa proyek kereta cepat Jakarta–Bandung atau Whoosh dinilai bermasalah sejak awal perencanaan.
Seto merupakan salah satu saksi yang terlibat dalam proses awal proyek tersebut saat masih berbentuk proposal. Ia menyebut bahwa dirinya telah diminta oleh Luhut Binsar Pandjaitan untuk mempelajari dua proposal studi kelayakan dari China dan Jepang pada tahun 2015.
Saat itu, Seto menjabat sebagai staf di Kantor Staf Kepresidenan ketika Luhut masih menjabat sebagai Kepala Staf Kepresidenan.
Saya waktu di KSP di awal tahun 2015, ditugaskan Pak Luhut mempelajari dua proposal feasibility study dari China dan Jepang, ujar Seto dalam wawancara di TVOne pada Sabtu, 25 Oktober 2025.
Proyek Whoosh kemudian berlanjut saat Luhut menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi. Seto sendiri saat itu menjabat sebagai Deputi di Kemenko Marves.
Waktu itu ditugasi untuk menyelesaikan proyek ini. Tahun 2020 ada kabinet baru, Kementerian BUMN Erick Thohir mengajak kami di Kemenko Marves menyelesaikan proyek ini, sambungnya.
Seto menyinggung pernyataan Luhut yang menyebut proyek Whoosh sudah bermasalah sejak awal. Ia menjelaskan bahwa berbagai kendala teknis dan koordinasi menjadi hambatan utama dalam pelaksanaan proyek.
Memang ada berbagai masalah yang terjadi, pembebasan lahan tidak optimal, sehingga konstruksi tidak berjalan maksimal, koordinasi di antara kontraktor-kontraktor, pemilihan isu-isu terkait konektivitas, kata Seto.
Ia juga menyoroti dampak pemilihan jalur trase kereta cepat yang dinilai mengganggu kawasan industri dan merugikan sejumlah pelaku usaha.
Contoh, pemilihan trase membelah kawasan industri. Ada satu perusahaan baru yang sudah membeli tanah, dia siap bangun, tiba-tiba kena trase Whoosh. Akhirnya pabriknya tidak bisa dibangun, demikian kata Seto.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

